BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Jumat, 05 Juni 2009

Dokter Spesialis

Sore itu turun dari mobil, aku berjalan tertatih-tatih dengan perasaan tak menentu menuju ruang tunggu seorang dokter spesialis. Saya mendapatkan alamatnya dari yellow pages buku telphon. Aku sebelumnya memang menelphon nomor dokter spesialis ini dan sore ini aku janjian.
Dan saat itu aku memang benar-benar membutuhkan dokter spesialis. Anusku berkedut-kedut agak nyeri. Semua gara-gara ulahku mengikuti pesta orgy di salah satu hotel berbintang di kotaku. Aku mengikuti sebuah milis yang menuntunku pada website eksklusif penyuka orgy party. Karena belum pernah mengalami, iseng aku mendaftar dan membayar biaya member. Dan minggu kemaren, mereka sedang bikin event road show keliling kota, orgy party di hotel berbintang.
Sebenarnya pesta seksnya biasa saja, namun yang membuatku menderita adalah sebelum pesta orgy seks itu dimulai, aku menenggak minumal alkohol.
Akibatnya aku mambuk berat sepanjang orgy party itu. Dan menurut penuturan temanku, selama orgy party itu aku terlihat liar sekali, mungkin karena pengaruh alkohol. Dan aku menantang semua peserta orgy party itu untuk menyodomiku, bahkan disaat bersamaan.
Dan konon, saat aku mabuk berat itu, aku dihajar oleh 2 orang dengan kontol yang besar dalam sekali permainan, Jadi anusku dimasuki langsung 2 kontol dengan ukuran jumbo. Da itu belum membatku ejakulasi. Bahkan diakhir permainan orgy party itu, aku meminta lawan mainku untuk memasukkan 3 dildo sekaligus. Anusku benar benar dihajar habis-habisan sampai berdarah-darah. Sudah hampir satu minggu berlalu namun anusku masih juga tetap sakit, terasa seperti terbakar api. Karena takut infeksi, saya memberanikan diri untuk menemui dokter spesialis ini. Jadi itulah awal mulanya bagaimana saya bisa sampai duduk di ruang tunggu itu.

Jumlah pasien pada sore itu hanya ada aku, pasien satu-satunya di ruangan itu. Dan satu lagi sedang di dalam ruang dokter. Jadi ada dua pasien. Ada seorang pria muda yang seksi dan tampan duduk di depan ruang praktek. Dia adalah asisten sang dokter dan bertugas untuk mendaftar para calon pasien. Pakaiannya rapi dan tampangnya oke. Sekilas wajahnya agak mirip dengan wajah Glen Aliensky, artis pemain sinetron. Tapi pemuda ini berambut cepak dan tampak ada brewok tipis tumbuh di rahangnya. Sungguh tampak seksi dan maskulin. Aku harus berjuang keras untuk menjaga agar tidak telalu menarik perhatian karena lama mengamati dan memanangi wajahnya. Badannya memang tidak besar namun tampak kuat dan atletis. Tangannya kokoh sekali dihiasi otot dan urat. Sambil menunggu giliranku, aku terus mencuri pandang ke arahnya.

"Nama Anda?" tanyanya, suaranya terdengar tegas namun seksi.

Aku hampir pingsan saat pemuda ganteng itu menatapku, matanya seolah-olah memanggilku untuk mendekat. Aku bergegas bangun dari tempat dudukku dan berjalan menghampirinya. Kukatakan padanya namaku dan juga semua informasi lainnya yang dia minta. Pria muda itu segera mencatatnya di buku daftar pasien. Dan tiba-tiba dia menanyakan pertanyaan yang membuatku tidak nyaman.

"Keluhan Anda?" Wajahku memucat. Aku merasa malu sekali untuk memberitahukannya bahwa anusku perih akibat disodomi. Tapi aku tak punya pilihan lain.
"Mm.. Anu.. Pantat saya perih," jawabku pelan, kepalaku tertunduk malu.
“Perihnya bagaimana?”tanya dia.
Aku sangat sulit menjelaskan. Jika aku berbohong maka sia sia aku mencari pengobatan ke dokter spesialis ini. Jika aku berterus terang, juga sangat susah.
Rupanya sang asisten terus menunggu jawabanku.
“Keluhan sakitnya karena apa ya”, dia berusaha mengarahkan pertanyaan.
“Ngg…anu…anu”aku ga mampu berterus terang.
“Punya riwayat wasir?”tanya dia.
Aku menggeleng.
Saya tidak tau, apa yang dicatat oleh asisten itu. Tapi biarlah nanti sama dokternya saja aku akan berterus terang.
"Silakan duduk dulu. Nanti kupanggil lagi," sambungnya.
Rasanya lama sekali, harus duduk menunggu di bawah tatapan sang asisten yang cakep itu.
Aku hanya berani menatapnya secara sembunyi-sembunyi. Pemuda itu memang sangat ganteng. Aku tak keberatan disodomi olehnya jika dia memang mau. Begitulah pikiran kotorku menerawang. Lima menit kemudian, namaku dipanggil. Pemuda itu membukakan pintu ruangan praktek sang dokter dan mempersilakanku untuk masuk. Sambil menahan perih di anusku, aku berjalan masuk ke ruangan itu.
Setelah aku masuk, pemuda kembali ke mejanya setelah menutup pintu. Tinggallah aku di sana dengan sang dokter.

Begitu mataku melihat sang dokter itu, aku langsung terpesona. Usia dokter itu masih lumayan muda, mungkin di awal 30-an. Rambutnya terpotong pendek dan rapi, nyaris cepak. Wajahnya memancarkan aura kejantanan dan keseksian seorang pria sejati. Badannya tampak tegap di balik jubah putih dokternya. Saat dokter itu tersenyum padaku, wow manis sekali.

"Kata asistenku, anusmu perih, ya?" Aku hanya mengangguk-ngangguk seperti orang bodoh. Namun keramahan dokter itu menenangkan hatiku.
“Karena apa ya?”doter itu menayaiku lagi.
“Ng….anu..”aku masih belum bisa jujur.
“Ini sama asistenku ditulis, anda tidak menjawab pertanyaanya. Bagaimana saya menberikan teraphy kalau saat anamnesis begini anda tidak jujur cerita yang sebenarnya”,kata dokter itu.
“Apakah anus anda terkena benda tumpul?”dokter itu memberi pertanyaan mengarahkan.
“Iya”,jawabku malu-malu.
“Berarti ada benda dari luar yang masuk ke anus anda”ujar dokter itu lagi.
“Itu terjadi karena terpaksa, atau karena kemauan anda”dokter itu bertanya lagi.
“Karena kemauan”mjawabku singkat.
Hmm.. dokter itu menganggukkan kepala.
"OK. Silahkan buka pakaian Anda.Lalu duduk di ranjang pemeriksaan," katanya sambil sibuk mengambil peralatan yang akan digunakannya untuk memeriksaku.

Aku sebenarnya malu sekali, apalagi kontolku rada tegang. Aku memelorotkan celanaku, dan mulai duduk di atas tempat pemeriksaan.


" Sekarang, buka ya?" kata dokter itu.

Seperti boneka yang tak berdaya, aku membiarkan dia melucuti celana dalamku. Kontolku yang tegang langsung terekspos. Tanpa malu, batang kejantananku berdenyut-denyut dengan bangga di hadapan sang dokter.

"Wah, ukuran yang bagus," komentarnya.

Aku sebenarnya merasa sangat kecewa, karena dokter itu tidak memegang kontolku. Ingin rasanya memintanya untuk memegangnya dan mengelus kontolku.

"Naik ke atas ranjang. Ambil posisi menyamping dan angkat pantatmu”.

Dengan agak kikuk, aku menuruti perintahnya. Kontolku masih saja tegang, bergantung di selangkanganku. Di depanku adalah tembok putih, kutatap dengan pandangan kosong seraya menanti sang dokter melakukan tugasnya. Sayup-sayup kudengar suara sarung tangan karet dipakaikan pada kedua tangan dokter itu. Kemudian tiba-tiba kurasakan gel kental yang dingin dioleskan pada anusku. Aku meringis-ringis saat tangannya bersentuhan dengan anusku yang perih. Dan secara perlahan, jari sang dokter berusaha masuk ke dalam anusku.

"Aarrgghh!!" erangku. Sungguh sakit rasanya, seakan-akan aku kembali disodomi. Jari itu terasa mengulik seputaran lubang anusku.
"Oohh!!" erangku lagi. Namun, meskipun kesakitan, kontolku tetap ngaceng dan malah semakin ngaceng. Precum mulai menetes keluar dari lubang kontolku, membasahi area kepala kontolku.
"Aahh.." jeritku kali ini.

Dokter itu memutar jarinya hingga hal itu membuatku semakin kesakitan. Aku hanya dapat mengerang kesakitan sambil tetap mempertahankan posisiku. Sekujur tubuhku bergetar menahan sakit. Namun, anehnya, rasa sakit itu malah membuatku semakin bergairah. Mungkin karena sakit yang kurasakan masih ada hubungannya dengan anus, ditambah lagi orang yang sedang memeriksa anusku adalah seorang dokter ganteng.

"Wah, anusmu bengkak. Tapi tidak ada tonjolan. Berarti bukan wasir," komentarnya.
Lalu dia mengambil alat terbuat dari besi berlubang dengan pegangan bisa dikatupkan. Rupanya alat itu namanya anuscopy. Dokter itu mengoleskan gel diujung alat anuscopy itu dan berusaha memasukkan ke anusku lagi.

Aku hanya meringis-ringis saja. Saat alat itu menyentuh prostatku, aku hampir terlonjak. Gelombang kenikmatan mendera tubuhku, memaksaku menuju jurang kenikmatan. Eranganku kembali terdengar saat jarinya menabrak prostatku lagi.

"Aarrgghh.. Hhoohh.." erangku.

Gairahku naik. Api nafsu membakar diriku. Kontolku berdenyut semakin keras, libidoku semakin naik. Namun alat itu malah dibuka dan dokter itu mengambil batang yang ada kapasnya dan dioleskan ke dinding anusku. Tak ayal lagi, aku harus berjuang untuk menahan deraan kenikmatan.
“Sakit?” tanya dokter itu.
Padahal alat itu untuk mengambil cairan di dalam anusku dan akan diperiksa dibawah mikroskop. Karena kapas itupun lalu dioleskan diatas kaca objek mikroskop. "Aarrgghh. Agak sakit. Kenapa harus pake alat besi" desahku saat alat anucopy itu akan diambil dan ditarik, kembali alat itu menyiksaku dengan kenikmatan. Kain seprei di bawah kontolku sudah basah, ternoda dengan cairan pra-ejakulasiku.

Dan tiba tiba alat itu sudah ditarik keluar. Lubangku seketika itu juga terasa kosong dan menganga lebar. Aku mengerang dengan penuh rasa putus asa, ingin dikerjai lagi.
“Emang kalo ga pake alat besi ini, mau pake apa,”dokter itu menanyaiku.
“Pake punya dokter juga boleh”,urat maluku sudah putus.
“Emang mau?’tanya dokter itu sambil tersenyum.
Dokter itu kini sibuk mengambil gelas kaca objek, lalu menetesi dengan reagen dan dan ditutup kaca kecil penutupnya. Lalu menaruh dibawah mikroskop. Dan mulai mengitip di lubang mikroskop. Saat dia menoleh ke arahku dengan posisi masih tetap, dokter itu agak keheranan.
“Lho, kok masih berbaring. Kan sudah selesai,”katanya.
Aku pura pura tidak mendengar.
Dokter itu terlihat memutar mutar saklar mikroskop sambil mengamati objek. “Tidak ada bakteri penyakitnya. Cuma memang infeksi karena dinding anus kamu luka”kata dokter.
“Silahkan kamu membereskan diri. Jangan di atas ranjang periksa terus dengan posisi seperti itu. Ntar saya bisa terangsang lho”dokter itu becanda.
“Gapapa dok. Silahkan digagahi,”ujarku.
“Beneran kamu mau,”dokter itu menegaskan lagi.
"Oohh.. Fuck me.. entot pantatku.. Oohh.. Ayolah, dok.. Aahh.."
Dokter itu tersenyum, lalu membuka lemari dan mengambil kondom.
“Yakin kamu mau?”
“Iyah, mau banget”
Lalu dokter itu membuka baju dan memasangkan kondom di kontolnya yang mulai tegang.
Aku perhatikan badannya sungguh sempurna. Memang tidak sebesar binaragawan, namun lumayan berotot seperti petinju. Lehernya kokoh menyangga kepalanya. Di dasar lehernya, tersambung badan yang luar biasa seksi. Bahunya lebar dan kekar. Dadanya bidang, padat, dan hampir bengkak dengan otot. Di bawah dada seksi itu ada otot six-pack yang lumayan. Sekilas dia sama sekali tak tampak seperti dokter jika sedang bertelanjang bulat seperti itu. Sungguh, pria sempurna dengan badan yang sempurna pula.

Kontolnya yang menegang berdiri tanpa malu. Tubuhku lalu maju ke depan sehingga kontol dokter itu berada tepat di depan hidungku. Aroma kejantanan menusuk-nusuk hidungku, membuatku semakin bernafsu.

Aku langsung membuka mulutku dengan patuh dan menelan kontol itu. Aamm.. Rasa karet, karena kontonya dipasangi kondom. Tapi tetap saja kekenyala kontol itu begitu terasa. Lalu aku bertindak nekat, aku buka kondom itu dan aku lepas. Kini kontol itu tak lagi terbungkus kondom. Langsung aku kulum dengan lahap, rasa asin langsung menyambutku. Dokter itu juga kini sudah diluar kontrol. Matanya terpejam menikmati kuluman mulutku. Kontolnya bergerak-gerak mulai dari kecepatan rendah hingga kecepatan tinggi. Sesekali kontol itu menyodok-nyodok tenggorokanku. Berkali-kali aku tersedak. Air mataku mengalir keluar secara refleks. Seringkali aku kehabisan napas.

Kontol besar milik dokter itu itu hampir merombak ulang anatomi dalam mulutku. Berhubung mulutku sempit dan sementara kontolnya besar, pergesekan dengan gigiku tak terhindarkan lagi. Tiap kali gigiku mengenai kepala kontolnya, dokter itu akan melolong seperti serigala. Namun hal itu justru malah membuatnya semakin bernafsu. Air liurku mengalir keluar dari sisi mulutku, bercampur dengan precum dari kontolnya.
"Hhoohh.. Enak banget.. Aahh.. Hampir ngecret.. Aahh..”desisnya.
Namun aku tak ingin ini cepat selesai. Aku ingin hajaran kontol dokter nan gagah ini menggagahi lubang anusku. Maka segera aku melepaskan kulumanku dan aku mengambil posisi menungging.

Kudorong pantatku ke belakang berharap agar kontol sang dokter akan menyambutnya namun dokter itu rupanya masih mau disarungi kondom. Rupanya dokter itu ingin bermain aman. Lalu dokter itu membenamkan kepala kontolnya di dalam belahan pantatku kemudian menggesek-gesekkannya, membuatku gila dengan nafsu. Aku terus memohonnya untuk segera mengentot duburku.
Dia memelukku dari belakang dan langsung saja melarikan tangannya di sekujur tubuhku. Dadaku dibelai-belai, diremas-remas dan diraba-raba. Perlakuannya membuat kedua putingku berdiri menegang. Dadaku sangat sensitif sehingga aku tak dapat menahan diri untuk tidak menggeliat-geliat. Rasanya sungguh geli tapi juga nikmat.

Dokter itu memlintir putingku, lalu memas dadaku.. Aahh.. Yyeaahh.. Napasnya menderu-deru di telingaku.
"Hhoohh.. Dok.. Fuck me.. Aahh.. Ngentot donk.. Aahh.. Aahh.. Hhoohh.."

Aku mendesah-desah. Kuarahkan tanganku ke belakang, kuraba-raba badannya. Oh, setiap lekuk otot atletisnya sungguh terasa. Seperti kataku tadi, badan si dokter itu lebih mirip badan seorang petinju. Alangkah bahagianya aku bisa menjadi pasien dokter yang seksi seperti itu.

Tiba-tiba, benda keras dan kenyal mulai menusuk masuk ke dalam pantatku. Aku mengerang kesakitan saat anusku dipaksa membuka untuk membiarkan benda itu masuk. Rasa sakit itu semakin bertambah dikarenakan anusku masih terluka akibat rgy seks beberapa waktu lalu. Saat kutolehkan kepalaku ke belakang, ternyata sang dokter itu sedang menyodomiku! Kontolnya yang besar dan panjang itu sedang memasuki diriku.

"Oohh.. Uugghh.. Hhuuhh.." Sambil mengerang-ngerang keenakan, dokter itu akhirnya berhasil juga menancapkan kontolnya masuk dalam-dalam.
"Aarrgghh.." bblleess..

Badanku bergetar menahan sakit, kakiku hampir tak kuat menopang berat badanku. Entah mengapa, aku menjadi lemas, seakan-akan kontol dokter itu menyedot energiku. Tanganku berpegangan erat-erat pada ranjang, takut terjatuh. Di dalam tubuhku, kurasakan kehangatan menyebar dari batang kontol itu. Bibir anusku yang bengkak terasa semakin sakit saja. Tak tahan menahan perih, aku menangis terisak-isak, air mataku mengalir keluar. Namun rasa sakit itu malah menaikkan libidoku. Kontolku menegang, berdenyut-denyut. Precum mulai mengalir keluar dari lubang kontolku yang menganga.
"Hhoohh.. Aahh.... Aarrgghh.." aku mengerng erang.

Beberapa kali, secara refleks, aku berusaha menghindarkan diri dari hajaran kontolnya. Namun dokter itu menahan pinggulku kuat-kuat sehingga aku tak dapat kabur. Aku dipaksa untuk menerima kontolnya tanpa protes.
"Aahh.... Oohh.." Sakit bercampur nikmat mendera tubuhku bergantian.

Kontol yang hebat itu menghajar prostatku berkali-kali, membuatku melonjak-lonjak.
Kontol itu keluar-masuk lubang anusku dengan kecepatan tinggi. Aku hanya bisa mengerang-ngerang kesakitan. Keringat membanjiri tubuh kami. Aroma kejantanannya menyebar di ruangan itu. Kepalaku pusing dengan gairah yang tak tertahankan. Di satu sisi, aku ingin berhenti disodomi, namun di sisi lain kontolnya memberikan begitu banyak kenikmatan. Aku hanya bisa mengerangkan rasa nikmat dan sakitku.
"Aarrgghh!! Oohh!! Aahh!!"

Sambil tetap membor pantatku, dokter itu mengoleskan gel dingin di bibir anusku. Gel itu terasa begitu dingin dan menyejukkan. Selama sesaat, rasa sakit itu hilang. Gel itu juga berfungsi sebagai pelumas sehingga mengurangi pergesekan. Kontol itu pun menjadi lebih mudah menyodomiku. Precum sang dokter mengalir dalam jumlah banyak, melumasi kanal duburku. Kurasakan bagian dalam pantatku menjadi lengket, terlumuri gel dan precum.
"Aahh.. Hhoohh.... Aahh.... Aahh.... Hhoohh.." dokter itu meracau karena nikmat.

Deraan kenikmatan demi kenikmatan menghujani tubuhku. Prostatku serasa lembek, dihajar habis-habisan oleh kepala kontol dokter itu. Tekanan dalam bola pelirku sudah hampir mencapai puncaknya. Sebentar lagi, spermaku akan muncrat berhamburan.

"Hhoohh.. Dok.. Mau keluar.. Aarrgghh.." Kontolku sudah mengalirkan precum seperti air ledeng dan kini sudah hampir akan menyemburkan pejuh.
"Aarrgghh.." Crottt…crotttt..crottt.. spermaku muncrat beberapa kali dan membasahi sprei tempat periksa.
"Hhoohh.. Aku juga hampir sampai.. Aarrgghh.... Aahh.... Hhoohh.."

Gerakan ngentotnya menjadi semakin bertenaga dan cepat. Anusku hampir sobek, disodomi dengan sekasar itu. Dokter itu mengerang-ngerang dan badannya yang atletis itu terguncang-guncang. Sebentar lagi, gunung berapi kumpulan spermanya itu akan meletus!
Crottt….crottt….kurasakan dokter itu ngecret dan spermanya tertampung di dalam kondom.

Sepuluh menit kemudian, kami semua sudah kembali berpakaian rapi. Tak ada tanda-tanda bahwa kami baru saja berhomoseks meskipun ruang praktek itu masih berbau pejuh. Aku terpaksa berjalan agak mengangkang karena anusku kini semakin bengkak dan perih. Dokter itu memberikan padaku salep untuk meredakan perih di anusku dengan gratis. Sebelum berpisah, dia berkata..

"Datang lagi, ya. Aku dan asistenku siap mengentot kamu kapan saja."
Tak perlu diminta pun, aku sudah pasti akan kembali lagi menemui dokter itu. Aahh..

0 komentar: