BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Kamis, 04 Juni 2009

Polisi Impian

Aku tinggal di daerah Sawojajar di Kota Malang Jawa Timur. Pekerjaanku sehari-hari sebagai seorang sopir sekaligus sebagai buruh bongkar muat juga. Karena pekerjaan keras inilah yang membuat tubuhku menjadi sehat dan terentuk, sehngga tidak perlu lagi pergi ke fitness centre.

Pada suatu hari, aku disuruh oleh bosku untuk mengantarkan barang pesanan, karena barang yang diantar tidak terlalu banyak, maka aku berangkat seorang diri. Alamat yang dituju juga tidak terlalu jauh, sebuah kompleks perumahan sederhana yang cukup nyaman untuk ditempati.
Aku berhenti di depan sebuah rumah yang ditunjukan sesuai dengan alamatnya. Terlihat sebuah sosok laki-laki berseragam polisi datang menyambutku. Umurnya sekitar 35 tahunan, dengan seragamnya yang ketat, terlihat sekali kalau dia rajin berolah raga, tubuhnya tidak terlalu kurus maupun gemuk, tidak terlihat sedikitpun adanya tonjolan lemak di sekitar pinggangnya, benar-benar tubuh yang ideal yang kudambakan selama ini. Terlebih lagi, kulitnya yang berwarna sawo matang agak gelap, benar-benar membuat jantungku berdebar tidak karuan.
Dia menyapaku, "Ngantarin barang ya mas? Taruh aja di ruang tamu". Suaranya terdengar tegas di telingaku, bagaikan sedang menyapa seorang bawahan. Dalam hatiku berkata "Yah, maklumlah aku ini kan hanya supir". Saat kami saling bertatapan mata, aku melihat sorot matanya yang tajam seakan-akan memendam suatu kebencian. Aku tidak berani menatap matanya lagi. Segera kuangkat barang yang kubawa satu per satu. Kuamati rumahnya sepi sekali, mungkin dia tinggal sendiri kali. Sesekali aku tergiur untuk melihat lagi sekilas tubuhnya yang aduhai. Dia agaknya tahu kalau aku terkadang curi pandang. Tetapi entah kenapa aku juga merasa kalau dia juga memperhatikan aku. Apa mungkin dia tahu kalau aku ini gay? Apakah gerak-gerikku terlalu mencurigakan? Pdahal selama ini aku berusaha untuk menutup-nutupi identitasku. Setelah selesai aku segera berpamitan.
Selama beberapa hari, wajah dan bentuk tubuhnya itu terekam jelas dalam ingatanku. Jujur saja, aku selalu membayangkan dia saat aku beronani. Aku tidak bisa melupakannya, aku berharap kalau-kalau dia gay, seandainya dia itu mau menjadi pacarku, alangkah bahagianya, serasa tidak sia-sia aku menjalani hidup.
Seminggu setelah itu, menjelang sore aku disuruh bosku untuk mengantar barang ke tempat Bp. Mohan ke kompleks perumahan yang sama tapi tanpa alamat yang jelas. Kutanyakan alamat pastinya kepada bosku, dan bosku menjawab "Kata Pak Mohan, kamu dulu sudah pernah kirim ke tempat dia, dia sendiri yang bilang kalau kamu pasti masih ingat rumahnya". Dalam hatiku, aku bertanya-tanya apakah mungkin pak polisi yang dulu itu? Walau aku masih belum pasti, aku langsung nekat saja ke rumah pak polisi itu.
Kuketuk pintu rumahnya, selang beberapa saat dia membukakan pintu. Kali ini, dia lain, dia duluan yang tersenyum padaku. Dengan nada ragu-ragu aku menanyakan apakah benar dia yang bernama pak Mohan. Dan dengan sopan pula dia mengiyakan pertanyaanku, tidak salah alamat pikirku. Dia masih mengenakan seragam polisinya yang ketat itu, dan ikut membantuku mengangkat barang bawaanku. Selesai sudah kerjaanku hari ini, aku berencana langsung berpamitan, tapi tak disangka, dia menawariku secangkir kopi. Aku pikir tidak ada salahnya kalau santai sebentar setelah hari kerja, lagipula kantorku sudah tutup. Aku duduk di ruang tamu sambil melihat-lihat perabotan. Tak lama kemudian, Pak Mohan keluar dengan membawa 2 cangkir kopi.
Tegukan kopi pertama benar-benar melepaskan dahagaku, begitu pula dengan Pak Mohan, dia langsung menghela napas untuk melepaskan rasa lelahnya. Dia lalu melepas seragamnya, bekas keringat yang membekas di sekitar punggung, dada dan ketiak masih terlihat basah melekat di pakaian dalamnya yang berwarna coklat. Rambut dan keningnyapun agak sedikit basah terkena keringat. Aroma keringat tubuhnya yang khas tapi tidak menyengat, sempat tercium olehku. Ahh, aku sudah tidak tahan lagi menghadapi semua ini, kontolku sempat bereaksi, walau belum maksimal tapi kelihatan ada tonjolan di celanaku. Aku pura-pura membersihkan kotoran yang menempel di celanaku untuk membuat kontolku agak kendor sedikit. Pak Mohan memperhatikan gerak-gerikku sambil tersenyum. Jadi malu aku dibuatnya.
Dia memandangku agak lama, aku jadi salah tingkah. Dia berkata "Dik, aku suka kamu". "Dari dulu aku suka sekali kalau melihat laki-laki putih seperti kamu. Tak ada petir maupun badai, aku terkejut mendengarnya. "Saya sengaja memesan barang ini supaya bisa ketemu kamu," katanya. Dengan rasa deg-degan juga, aku menjawab, "S...Saya juga pak". Dia mendekatiku, dan duduk di sampingku. Kami saling bertatap muka sebentar, perlahan2 dia mendekatkan bibirnya padaku. Kami saling berciuman dengan mesra, lepas seperti tanpa ada penghalang. Caranya mencium seperti melepaskan birahi yang terpendam sudah sejak lama. Benar-benar sebuah ciuman yang nikmat sekali. Sambil sesekali dia gigit bibirku, dia serasa tidak mau melepaskan bibirnya yang melumat bibirku, sedikitpun. Aku sempat kehabisan napas.
Dia kecup keningku, lalu disambarnya telingaku. Geli rasanya, terlebih lagi terdengar suara yang keluar dari mulutnya yang membuat bulu kudukku berdiri. Kucium pipinya, lalu kusambar pula telinganya. Dia mendesah, kukecup lehernya beberapa kali, dengan susah payah tanganku berusaha membuka kaos coklatnya yang ketat dan basah oleh keringat. Tapi susah sekali.
Akhirnya dia membuka kaosnya sendiri, dan spontanitas akupun berbuat hal yang sama. Terbelalak mataku melihat badannya yang kekar. Dadanya yang lebar dan bidang, perutnya yang kotak, pinggang yang tak ada lemaknya. Otot bisep dan trisepnya kelihatan besar, dengan sedikit kelihatan urat-urat yang menonjol. Kulitnya yang sawo matang agak gelap membuatnya kelihatan lebih seksi dan macho.
Dia menuntunku menuju ke kamarnya. Tanpa membuang waktu lagi, kucium bibirnya sekali lagi. Kujilati perlahan-lahan dadanya yang kecoklatan itu tak bersisa. Keringatnya yang sudah agak kering terasa agak asin di lidahku, tetapi aku tidak peduli, birahiku sudah tak tertahankan lagi. Pak Mohan kembali mendesah saat putingnya kusedot. Dia berkata, "Gigit, gigit yang keras". Mendengar permintaan itu, aku langsung menggigit dan menyedot kulitnya persis di bawah puting. Bagaikan menggigit coklat sedikit demi sedikit. Dia mengelijang dan mendesah berulang kali sambil memegang kepalaku. Tak puas hanya dengan satu putingnya saja, aku beralih melakukan hal yang sama pada puting sebelahnya.
Kemudian aku meminta Pak Mohan untuk tidur terlentang dengan kepala beralaskan kedua tangannya. Dalam posisi seperti itu, kelihatan sekali bentuk tubuhnya V-Shaped. Bulu ketiaknya yang tipis, aroma deodorant yang ia pakai, membuatku bertambah nafsu. Tanpa disuruh lagi, kugigit mesra kedua ketiaknya, sambil sesekali kujilat dengan lidahku.
Setelah puas dengan ketiaknya, aku bermain2 di daerah perutnya. Kotak demi kotak dari otot perutnya menjadi sasaran empuk lidahku. Rambut-rambut tipis yang ada di bawah pusarnya, kutarik2. Aku sudah tidak sabar lagi untuk melihat kontol Pak Mohan. Segera kulepaskan sabuknya yang besar dan kubuka resleting celananya. Aroma kejantannannya tercium olehku. kontolnya sudah membesar dengan kepala sudah menonjol ke luar. Celana dalamnya sudah tidak kuat lagi menahannya. Kulihat cairan precum sudah menetes bagaikan embun di pagi hari.
Kutarik celana panjang dan celana dalamnya dengan paksa. Kini sudah tidak ada sehelai benangpun yang menempel di tubuhnya. kontolnya berwarna coklat, lebih gelap sedikit dari warna tubuhnya. Terlihat ada urat-urat yang menonjol di bagian batang. Diameternya cukup besar, panjangnya +/- 15 cm. Bulu-bulu jembutnya dicukur rapi. Kujilat cairan precum yang keluar dari lubang kencingnya. Pak Mohan mendesah. Lalu kumasukan batang kontolnya ke dalam mulutku sampai habis. Dia mengelijang sambil menjambak rambutku, "Terus dik, jangan berhenti," katanya. Kunikmati kontol pak Mohan itu di mulutku. Benar-benar nikmat sekali rasanya. Aku tidak mau melewatkan kesempatan ini begitu saja. Tidak gampang mencari orang yang benar-benar sesuai kriteriaku, seperti pak Mohan ini, makanya aku harus puas2 menikmatinya. Tingkah laku pak Mohan yang mengelijang bagai orang kerasukan tidak membuatku melepaskan kulumanku. Kemudian kusedot buah pelirnya yang hitam itu secara bergantian. Kumainkan lubang kencingnya dengan ujung lidahku. Pak Mohan kembali mendesah,"Dik, aku sudah tidak tahan". Dan "Ahh....." crot... crot... Air maninya membasahi mukaku. Napas Pak Mohan tersengal-sengal " Ahh...Ahh...". Pak Mohan kemudian bangun dan menjilati air maninya yang menempel di mukaku sambil sesekali kali menciumku.
"Belum pernah aku merasakan yang seperti ini," katanya. Dan akupun menjawab, "Aku juga pak, belum pernah aku bertemu dengan orang yang seganteng Pak Mohan, bapak adalah pria idamanku". Dia tersenyum padaku. "Ayolah, panggil saja aku mas, aku belum setua itu kan?" katanya mengeledek.
Walaupun mas Mohan sudah ejakulasi, tapi rasanya aku masih belum puas menikmati tubuhnya. Aku meminta Pak Mohan untuk tidur telungkup. Dia agak terkejut mendengar permintaanku, tapi dia menurut saja. Mungkin dia masih ketagihan lagi. Kutindih punggungnya dengan badanku, kurasakan panas tubuhnya sedikit demi sedikit menyatu dengan panas tubuhku. Kukecup telinganya dari belakang. Kembali lidahku menari2 menjelajahi bagian punggungnya, sesekali kukecup dan kugigit kulit coklatnya sampai memerah. Tak ada bagian yang luput. Punggungnya benar-benar seksi. Lekuk2 ototnya benar-benar membuatku kembali bergairah. Pak Mohan tidak bisa berbuat banyak selain menghela napas dan mendesah.
Setelah itu keremas2 pantatnya dengan gemas. Kugigit pantatnya dengan penuh napsu, pak Mohan mengelijang kesetanan. Aku bermain2 dengan pantatnya cukup lama, gesekan ujung lidahku membuat kulitnya merinding. Melihat reaksi seperti itu, kugigit lebih keras lagi. Dan "Ahh...." suara desahan makin terdengar jelas.
Perlahan-lahan lipatan diantara kedua pantanya itu kubuka dengan kedua tanganku. Terlihat anusnya yang berwarna merah gelap dengan kerutan2 yang ada di seputar lubangnya. Kujilat pelan-pelan dengan ujung lidahku, sedikit demi sedikit. "Ahh..... Ssss....Ahh.... Dik.... Terus.... Dik....." pintanya. Aku tidak peduli, aku sedang asik menikmati anus mas Mohan. Lalu kusedot dengan mulutku, pak Mohan tersentak kaget " Ahh.....".
Rasanya aku ingin lebih lama lagi bermain-main dengan anusnya itu, tapi pak Mohan kemudian membalikkan badannya dengan paksa. Aku tercengang ketika kulihat kontol mas Mohan sudah dalam keadaan tegak kembali. Dia lalu bangun dari ranjangnya dan mengambil sesuatu dari laci lemarinya. Ternyata adalah gel pelicin. Dia berkata, "Boleh aku mengentot kamu?". Aku menjawab, "Mas, aku belum pernah digituin". "Ayolah, pasti enak rasanya" katanya, setelah itu dia mengecup keningku.
Aku pikir, sudah kepalang basah kenapa tidak mandi sekalian. "Tapi pelan-pelan ya mas," pintaku. Aku kemudian membalikkan badanku. Mas Mohan segera beraksi. Lubang anusku dijilatnya. Aku mengelijang keenakan. Sekarang aku baru tahu kenapa mas Mohan tadi mendesah kesetanan. Ternyata sensasi seperti itu memang tak tertandingi. Begitu nikmat sekali.
Setelah lubang anusku basah oleh ludahnya, mas Mohan mulai berusaha memasukkan kontolnya ke dalam anusku. Aku yang tidak terbiasa dengan perlakukan seperti ini, hanya bisa meringis kesakitan. Anusku terasa panas sekali. Setelah batang kontol mas Mohan masuk semuanya, dia menjilat telingaku dari belakang sambil berkata, "Tenang saja sayang". Rangsangannya pada telingaku sedikit membuatku rileks. Kemudian mas Mohan menarik kontolnya dan memasukannya lagi, berulang2. Setelah beberapa saat, dalam kesakitan yang kurasakan di sekitar lubang anusku, aku merasakan ada kenikmatan tersendiri yang tidak bisa kujelaskan. Aku pun mulai menikmatinya.
Gerakan mas Mohan makin lama makin cepat, napasnya tersengal-sengal. Aku bisa merasakan keringatnya yang menetes di punggungku. Dan tak lama kemudian, pak Mohan menarik kontolnya dan "Ahh...Ahh....Ahh....". Kurasakan cairan mani yang masih hangat menetes di sekitar pantatku. Anusku serasa lega, perlahan2 panas yang kurasakan mulai memudar.
Pak Mohan jatuh menindih punggungku. Napasnya masih tersengal-sengal tidak beraturan. "Kamu memang benar-benar gila dik," katanya. "Aku suka sekali sama kamu" sambungnya. Keringatnya membasahi punggungku. Dan aku benar-benar bisa merasakan kehangatan tubuhnya. Sensasi seperti inilah yang benar-benar nikmat, tidak bisa digambarkan dengan kata-kata.
Hari sudah menjelang gelap, setelah kami mandi bersama, aku segera berpamitan dengan mas Mohan dengan janji akan kembali lagi. Dalam hatiku, aku berteriak kegirangan

0 komentar: