BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Senin, 13 Juli 2009

Aku Simpanan Om

Sebagai penghuni baru di Kota ini, sore itu aku memutuskan untuk jalan-jalan di salah satu mall terkenal di daerah selatan Jakarta. Aku ingin mengenal kota ini lebih dekat. Dan ternyata memang benar berbagai suguhan penampilan orang biasa dan sesekali selebritis melintas di depan mata lengkap dengan gaya dan penampilan yang wah cukup sexy.

Baru beberapa blok berjalan saya berhenti di suatu pojok dan berdiri sejenak mengamati orang yang lalu-lalang. Dan bersamaan dengan itu seorang Om beridiri di sampingku. Dari gaya stelannya saya bisa simpulkan dia itu seorang karyawan kantoran. Usianya sekitar 45 tahun, saya sendiri 25 tahun. Tanpa saya duga dia menyapaku dengan ramah, dan sebagai orang baru yang masih asing di kota ini, apalagi di mall ini, saya menjawab dengan antusias dan mengemukakan sejujurnya bahwa saya baru seminggu berada di kota ini. Setelah berbasa-basi seperlunya dia menawarkan "keliling yok...! bosan berdiri melulu....! Sesampai di parkir saya begitu kaget setelah Om itu membukakan pintu BMW warna merah maronnya untukku. Dan dengan langkah agak ragu saya duduk di sebelahnya. Di tengah kegugupan saya, tiba-tiba tangannya yang kencang berotot itu menepuk pahaku

" Santai aja Ron.... koq kamu begitu gugup...!" dia tidak tahu saya begitu was-was kalau sampai dia tahu kontolku sedang naik. Belakangan saya tahu ternyata dia seorang manager di sebuah BUMN terbesar di kota ini. Begitu mobil jalan, Tanpa basa-basi tangannya mulai menggerayangi sampai ke selangkanganku dan betapa kagetnya dia begitu tangannya yang keras menyentuh keperjakaanku satu-satunya yang tidak kalah kerasnya dengan baja sekalipun... Tanpa membuang waktu dia segera memerosoti restleting celanaku dan menyibak CD ku dan selanjutnya tanpa henti memepermainkan kontolku sementara tangan kanannya tetap mengontrol kemudi. Karena tidak bisa konsen penuh, dan setelah mendapatkan lokasi yang agak sepi dia memarkirkan mobil dan permainan yang tadi masih belum sepenuhnya kini lebih diaktifkan lagi.. tanpa membuang waktu si Om memeloroti celana saya sepenuhnya hingga saya benar-benar bugil dari pusar ke bawah. Dan bagai singa lapar si Om melumat kontolku. Tanpa memberi waktu buat saya si Om mempermainkan, mengulum kontolku, ujung lidahnya dengan lincah mempermainkan ring kontol ku oh...oh....oh aku melambung di awan yang cukup tinggi. Oh..... Ron.... kontol mu nikmat sekali...... hangat ....... begitu seterus nya tanpa henti kontolku yang tetap mengeras bagai ulekan keluar masuk mulutnya hoh...hoh... nikmat menggesek-gesek bibirrnya yang tebal dan agak hangat. Merasa gerakan terbatas....., si Om merebahkan sandaran jok dimana akau duduk hingga aku bisa selonjoran, dan sesekali kami terpaksa buru-buru berhenti takkala ada orang lewat. Setelah menggerayangi dan bermain dengan kontolku sedari tadi.
Akhirnya si Om minta aku memperlakukan dia dengan cara yang sama dia lakukan terhadap burungku satu-satunya. Dan tanpa menunggu terlalu lama segera kubuka beltnya dan kuperosoti celananya hingga tinggal CD. Kucumbu tonjolan di selangkangannya yang menyembul di balik CD nya. Kuciumi dengan penuh nafsu, selanjutnya kutarik CD nya sampai ke bawah hingga nampaklah olehku kontolnya yang sudah tegak lurus diselimuti juntaian bulu-bulu warna hitam campur putih kombinasi, dan menambah nafsu birahi ku untuk segera mempermainkannya.

Belum puas saya melumat kontolnya yang kaku, si Om kembali melumat kontolku dan menjilatjilatinya bagai anak kecil sedang makan es krim. Puas mengulum kontolku si Om mengambil posisi duduk di hadapanku dan mengarahkan buritannya persis di atas kepala kontolku yang berdiri dari tadi bagaikan tugu monas. Sembari mengelus, meremas dan melumasi batang kontolku dengan baby oil yang sudah tersedia di mobilnya, dengan bernafsu kontolku diarahkannya tepat ke lobang pantatnya yang ditumbuhi bulu lebat. Ayo Ron tembak saya..... kokang senapanmu ayo... ayo... Dan blash...... sekali turun dia tepat duduk merapat dan tertelanlah kepala burungku. Berkutnya naik turun satu dua tiga kali... amblas semua batang kontolku dengan menyisakan buah zakar yang masih berada di luar pantatnya. Omku menjerit-jerit keenakan sambil terus mengelinjang menaikturunkan pantantnya yang cukup padat berisi. Aku hanya passif menikmati hempasan bokongnya, dan gesekan-gesekan bibir anusnya yang sangat-sangat nikmat terasa di bagian canopy (batas kepala dan leher/batang) kontolku. Setelah puas naik turun di atas tongkronganku saya menjerit karena mau ejakulasi dan secepatnya dia menyuruhku untuk menahan sementara dia mengocok telornya di atas pangkuanku dan akhirnya satu........ dua ............... ya..................... kumuncratkan maniku dengan sekuat tenagaku menghunjam ususnya yang hangat dan lembut dan sementara itu kurasakan otot-otot anusnya mencengkeram batang kontolku begitu kuat ohh.....ohhhh..... akhirnya kami sama-sama ejakulasi dan lemas. begitu aku turun dari mobil jam telah menunjukkan pukul 21.15. Dia pamit setelah sebelumnya mencatat nomor telp. ku untuk minta jatah selanjutnya. Aku berjalan menuju kamarku sambil membayangkan apa yang telah aku alami sedari tadi sore. Satu per satu peristiwa itu ter replay di hadapanku............... Selanjutnya aku menunggu calling dari Omku............................


Guru Les

Kejadian ini aku alami saat aku masih bekerja part-time di salah satu lembaga pendidikan komputer di Jakarta. Waktu itu salah seorang temanku ada yang menawarkan lowongan di tempat tersebut sebagai instruktur komputer part-time. Aku pikir boleh juga, toh mata kuliahku juga tinggal sedikit sehingga dalam seminggu paling cuma dua hari kuliah. Sisanya ya nongkrong di tempat kost atau jalan sama temen-temen. Kira-kira di bulan ketiga aku menjadi instruktur, aku mendapat murid yang mengambil kelas privat untuk Microsoft Office for Beginner. Sebetulnya aku paling malas mengajar beginner di kelas privat. Toh kalo cuma pengenalan ngapain mesti privat. Kalo advanced sih ketauan. Hampir saja aku tolak kalau waktu itu aku tidak melihat calon muridku tersebut.

Namanya Edwin, siswa kelas tiga SMU di salah satu sekolah swasta yang cukup borju di Jakarta. Secara tak sengaja aku melihatnya mendaftar diantar maminya, saat aku mau mengambil beberapa CD di ruang administrasi. Tubuh Edwin terbilang tinggi untuk cowok seusianya, mungkin sekitar 173 cm (aku mengetahuinya karena saat dia berdiri tingginya kira-kira semataku, sementara tinggiku 177 cm) dengan berat mungkin 65-an kg. Kulitnya putih bersih, wajahnya oval dengan kedua mata yang cukup tajam, hidung yang mancung dan bibir yang mungil. Rambut coklatnya yang dihighlight kuning sungguh serasi dengan kulitnya yang bersih.

Edwin cukup cepat menangkap materi yang kuberikan. Materi beginner yang sedianya diselesaikan 24 session, dituntaskan Edwin hanya dengan 19 session. Apa boleh buat, sisa waktu yang ada hanya bisa kugunakan untuk memberinya latihan-latihan, karena kebijakan dari lembaga pendidikan tidak memperbolehkan murid mengakhiri term meskipun materi telah selesai. Aku juga tidak diperbolehkan memberi materi yang lebih dari kurikulum yang diambil si murid. Ya sudah, aku hanya menjaga integritas saja.

Di sisa session, sambil latihan aku banyak mengobrol dengan Edwin. Cowok manis itu sangat terbuka sekali denganku. Edwin cerita mulai dari keinginannya kursus untuk persiapan kuliah di bidang Kedokteran nanti, tentang keluarganya yang jarang memberinya perhatian karena kedua orang tuanya sangat sibuk, sampai urusan... ehm seks. Aku cukup terkejut saat mengetahui bahwa Edwin sudah mulai berhubungan seks semenjak kelas tiga SMP dengan pacarnya yang berusia 7 tahun lebih tua darinya. Semenjak itu Edwin merasa ketagihan dan selalu mencari cara untuk memuaskan nafsunya. Dia pernah pacaran dengan 4 cowok sekaligus hanya untuk mendapatkan kepuasan seksnya.

Kami saling bertukar cerita. Dan Edwin juga terkejut ketika mengetahui bahwa hubungan badanku yang pertama malah dengan Bapak kost. Kami pun banyak bertukar pengalaman. Sampai akhirnya Edwin telah menyelesaikan term kursusnya, kami tetap kontak lewat telephone.

Suatu ketika Edwin memintaku untuk mengajar di rumahnya. Rupanya setelah mahir menggunakan Microsoft Office, banyak teman-teman sekolahnya yang tertarik ingin belajar juga. Edwin pun menawarkan mereka untuk ‘main belakang’. Karena biaya kursus di lembaga tempatku mengajar cukup mahal, Edwin mengajak teman-temannya untuk membayarku mengajar di rumahnya dengan separuh harga. Sementara mereka minta kepada orang tua mereka harga kursus di lembaga.

Edwin and the gank ada enam orang termasuk Edwin sendiri. Dan aku baru tahu bahwa mereka korban kesibukan orang tuanya masing-masing. Yah, tipikal anak-anak metropolitan yang diberi kasih sayang hanya dengan uang. Rony, Robert, Gathan, Roy dan Fredy adalah teman-teman sekolah Edwin. Seru juga ngajarin mereka. Kadang aku mesti meladeni candaan mereka, atau rela menjadi bahan ledekan (karena sebagai guru lesnya usianya ga jauh beda).
Hari itu baru jam 11 ketika Edwin meneleponku. Dia memintaku untuk datang lebih cepat dari waktu belajar biasanya. Aku oke-oke saja karena waktunya memang cocok. Jam 2 aku sudah berada di rumah Edwin.
“Tumben Ed, jam segini udah nyuruh gue dateng.” tanyaku.
“Iya, lagi bete...” jawabnya dengan wajah agak kusut. Aku mengacak-acak rambutnya pelan, lalu mencubit hidungnya.
“Kenapa nih? Cerita dong...” Edwin tersenyum sambil mencubit pinggangku. Tiba-tiba Cowok itu menarik lenganku dan mengajak ke kamar tidurnya.
“Hei..hei.. apa-apaan nih..” seruku.
“Nggak apa-apa hihihi....” Edwin terus menarikku hingga ke atas ranjangnya. Tanpa pikir panjang lagi aku segera merengkuh tubuh padat berisi yang terbungkus kaus ketat dan celana pendek. Aku lumat bibir mungilnya yang lembut.
“Mmmhh... mmm...” bibir kami saling melumat. Edwin kelihatan asyik sekali menikmati bibirku. Kedua tangannya sampai meremas rambutku. Sementara kedua tanganku masuk dari bawah kaus untuk merengkuh dada bidangnya. Ugh.. berisi sekaliuntuk ukuran cowok muda. Aku meremas-remas payudara Edwin. Cowok itu semakin bernafsu. Lidahnya semakin liar menjelajahi mulutku, dan remasan tangannya semakin erat.

Tanpa aku minta Edwin melepas sendiri kaus yang ‘mengganggunya’. Hmm.. terlihat jelas dada dan perut yang mulus itu. Tanpa ampun aku langsung menyambar teteknya dengan mulutku. Lidahku menari-nari lincah mengikuti gerakan gelinjangan Edwin.

“Sshh.. Riiooo..... aaahhh...” Edwin mendesah keasyikkan. Kepalaku dipeluk erat ke dadanya. Upss.. hampir aku sesak nafas dibuatnya. Lidahku terus bermain di kedua teteknya. Hhmm.. nikmat sekali. Aku menggigitinya pelan-pelan untuk memberikan sensasi di puting Edwin.
“Aahh.. Yoooo....” tubuh Edwin menggelinjang menahan rasa nikmat. Kami saling berpelukan erat, dan tubuh kami bergulingan tak karuan di atas ranjang. Gairah Edwin semakin memuncak. Dengan liar Cowok itu mencopoti semua kancing bajuku dan menanggalkannya dari tubuhku.
“Uuhh.. awas ya, sekarang gantian..” katanya. Aku diam saja ketika Edwin dengan penuh hasrat melepas celana panjang dan celana dalamku. Tubuhku sudah bugil tanpa busana.

Dengan penuh nafsu, Edwin langsung menyambar batang kontolku yang mulai mengeras, dan mengisapnya. Aku tersenyum melihat gayanya yang buas. Aku sedikit memiringkan tubuhku agar bisa mencapai celana pendeknya. Tanpa kesulitan aku melepas celana pendeknya dari tubuh Edwin, sekaligus dengan celana dalamnya. Hmm.. paha Cowok itu benar-benar putih dan mulus. Aku segera merangkul kedua pahanya untuk melumat kontol Edwin yang tersembunyi di pangkal pahanya.

Kami ‘terjebak’ dalam posisi 69. Dengan liar lidahku menjelajahi permukaan perut dan bulu  Edwin. Jemari-jemariku membantu menelurusuri tiap lekuk bagian bawah perutnya. Aahh.. aroma khas itu langsung tercium. Aku langsung mengulum batang kontol Edwin yang seolah melambai padaku.
“Uughhhh.. aahhh... Yooo.... gila lo.... aahhh...” Edwin sampai menghentikan kulumannya di kontolku untuk meresapi kenikmatan yang kuberikan di kontolnya. Aku tak mempedulikan desahan Edwin yang keasyikan, lidahku semakin liar menjelajahi kontolnya. Batang kontol Edwin sampai basah mengkilat oleh air liurku.
Tak tahan oleh kenikmatan yang kuberikan lewat mulut, Edwin segera bangkit dari posisinya dan memutar tubuhnya yang indah. Dalam sesaat saja tubuh putih mulus itu telah menindih tubuhku. Kedua tangannya bertumpu di ranjang mengapit leherku.
“Come on Yo.. give me the real one.... ssshhhh...” desahnya penuh nafsu sambil mendekatkan pantatnya ke batang kontolku. Aku membantunya dengan menuntun kontolku untuk masuk ke dalam liang kenikmatan itu. Ssllppp... bbleeessss...
“Sshh... sshhh.... oooohhh.... Yoo....” Edwin merintih keasyikan seiring dengan tubuhnya yang naik turun. Sementara kedua tanganku asyik memainkan kedua puting susunya. Bibir mungil Edwin yang terus mendesah kubungkam dengan bibirku. Lidahku bermain menjelajahi rongga mulutnya. Tubuh Edwin mulai menggelinjang menahan kenikmatan yang kuberikan dari segala arah. Pantatnya semakin cepat naik-turun.

Dengan gemas aku memeluk tubuh indah itu, dan berguling ke arah yang berlawanan. Sekarang aku yang menguasai permainan. Edwin merentangkan kedua belah kakinya yang putih mulus itu. Tanpa ampun aku kembali menghujamkan batang kontolku yang sudah basah ke dalam lubang pantatnya. Edwin kembali merintih tak karuan. Sementara kedua tanganku bergerilnya menjelahai pahanya yang mulus. Dengan jemariku aku berikan sensasi di sekitar paha, pantat dan selangkangan Edwin. Tubuh Edwin semakin menggelinjang, saat kontolnya aku kocok. Cowok itu tak kuasa lagi menahan nikmat yang dirasakannya. Batang kontolnya mulai berdenyut.

“Riooo... sshhhh.... aahhhhh....” akhirnya Edwin mencapai klimaksnya. Cairan spermanya membanjiri perut kami berdua. Tubuhnya langsung tergolek pasrah. Aku tersenyum melihat ekspresinya. Tiba-tiba Edwin merengkuh leherku dan mendekatkan ke wajahnya.
“Awas ya, bentar lagi tunggu pembalasan gue..” desahnya dengan nada menantang.
“Coba kalo bisa, gue mau liat...” jawabku balik menantang seraya mengecup bibirnya. Kemudian kami bersih-bersih bersama di kamar mandi. Aku dan Edwin mengulangi lagi permainan tadi di kamar mandi, dan untuk kedua kalinya Cowok manis itu mencapai klimaksnya.

Sekitar jam setengah empat sore sebenarnya waktu belajar akan dimulai, namun Edwin memaksaku untuk melakukannya sekali lagi di ranjangnya. Cowok itu penasaran sekali karena aku belum mencapai klimaks. Semula aku menolak karena takut sebentar lagi yang lain datang. Namun Edwin membungkam mulutku dengan kontolnya yang lumayan besar itu. Apa boleh buat, kami kembali melanjutkan permainan.

Benar saja, sepuluh menit sebelum jam empat tiba-tiba pintu kamar terbuka. Rupanya kami baru sadar kalau pintu depan dari tadi tidak dikunci. Gathan dan Roy yang baru saja datang langsung nyelonong ke kamar setelah tidak mendapatkan Edwin di ruangan lain.

“Hei... gila lo berdua..!!!!” Gathan menjerit heboh. Aku dan Edwin yang sedang dalam posisi doggie style terkejut dengan kedatangan mereka. Aku menatap Edwin dengan bingung, tapi Cowok itu tenang-tenang saja.
“Aduh Edwin, lo kok gak bilang-bilang sih kalo mo barbequean... ajak-ajak dong..” cetus Roy tak kalah hebohnya. Edwin menanggapi dengan tenang.
“Udah nggak usah ribut, lo join aja langsung sini..” tanpa dikomando dua kali kedua Cowok itu langsung melepas pakaiannya dan bergabung dengan aku dan Edwin di ranjang. Hmmm... aroma sabun dan shampoo yang masih segar segera tercium karena mereka berdua baru saja mandi.

Entah kenapa hari itu Deo, Robert dan Fredy kebetulan tidak datang. Deo sempat menelpon untuk memberitahu bahwa dia harus mengantar kakaknya ke dokter. Robert ada acara weekend dengan keluarganya, sehingga harus berangkat sore itu juga. Sedangkan Fredy tidak ada kabar.

Hari itu otomatis tidak ada session. Kami berempat bersenang-senang di kamar Edwin sampai menjelang malam. Aku sempat tiga kali mencapai klimaks. Yang pertama saat dengan Edwin, tapi aku harus membuang spermaku di mulutnya karena Edwin tidak mau ambil resiko. Klimaks yang kedua ketika Roy dan Edwin melumat batang kontolku berdua. Aku betul-betul tak tahan saat mulut mereka mengapit batang kontolku dari sisi kiri dan kanan. Dan yang terakhir aku tuntaskan di dalam lubang pantat Gathan. Semula aku akan mencabut kontolku untuk mengeluarkan spermaku di luar. Namun Gathan yang sudah kepalang nafsu malah mempererat pelukannya di tubuhku, hingga akhirnya spermaku menyembur di dalam. Dan pada saat yang bersamaan Gathan juga mencapai klimaksnya.

Setelah makan malam, Gathan dan Roy menelpon ke rumah masing-masing untuk memberitahu bahwa mereka menginap. Dan kami pun mengulangi kenikmatan-kenikmatan itu semalam suntuk. Di rumah Edwin betul-betul bebas, sehingga permainan kami berempat betul-betul variatif. Kadang di ranjang, di ruang tamu, di sofa, di meja makan, di kamar mandi, di kolam renang. Yang paling gila waktu Roy mengajakku bermain di gazebo kecil yang dibangun di halaman belakang rumah Edwin. Waktu itu sudah jam 1 pagi. Asyik sekali ditemani hawa dingin kami saling menghangatkan.

Malam itu aku betul-betul akrab dengan Gathan dan Roy. Tak seperti sebelumnya, meskipun akrab namun mereka masih menganggapku seperti guru mereka, jadi masih ada rasa segan. Dari obrolan kami, aku mengetahui bahwa sebetulnya mereka berenam sama-sama pecandu seks. Edwin cerita bahwa mereka sering sekali ngerjain anak-anak kelas satu yang baru di sekolah mereka. Rumah Edwin ini sering sekali dijadikan ajang pesta seks mereka. Aku sampai geleng-geleng mendengar kegilaan mereka.

Hari-hari berikutnya aku jadi akrab dengan mereka berenam. Di kesempatan lain aku berhasil menikmati tubuh keenam abg itu pada hari yang sama. Hubungan aku dan mereka sempat berlangsung lama, hingga akhirnya setelah mereka lulus sekolah dan mereka saling berpencar. Robert, Gathan dan Fredy melanjutkan studi mereka ke Aussie, sedangkan Roy memilih belajar di USA, Gathan dan Edwin sama-sama ke Singapore. Tapi kami masih kontak via chat dan email. Beberapa bulan lagi rencananya mereka akan sama-sama pulang ke Indonesia, dan kami sudah mempersiapkan rencana pesta yang luar biasa. Tunggu aja ceritanya..

Akibat Ban Meletus

Wah! Segarnya udara desa! kataku dalam hati. Matahari sore menyinari wajahku yang tampan dan tak berjerawat. Telah lama aku menunggu kesempatan untuk berkelana ke desa-desa yang masih belum banyak dikunjungi orang-orang kota. Aku adalah seorang programmer yang bekerja di Malang. "Dorr!" Terdengar suara letusan dan dengan terpaksa aku menghentikan mobilku. Ternyata ban mobilku meletus. Kiri kanan tidak ada satu orang pun. Malam telah menjelang dan matahari telah tenggelam di balik pegunungan di sebelah Barat. Dengan berat hati aku berjalan kaki dan meninggalkan mobilku di sana. Memang hari sialku. Ban serep yang biasa kusimpan di dalam bagasi lupa kubawa.

Baru berjalan beberapa langkah, terdengar suara sepeda motor dari belakang. Sepeda motor itu dikemudikan oleh seorang kakek-kakek. Sepeda motor itu berhenti seketika saat melihatku.

"Permisi, apakah ada tambal ban di desa ini?" Sapaku ramah, aku takut dia tidak mengerti bahasa Indonesia yang kurang lancar ini.
"Loe orang mana, kok pake bahasa Indonesia segala ya?" tanya kakek itu.
"Kakek mahir berbahasa Indonesia kan?" tanyaku penasaran.
"Duduklah di belakang, gue bonceng ke rumahku. Tak jauh kok." Jawabnya dengan tawa kecil. Aku duduk berboncengan dengan kakek itu. Setelah melewati lahan-lahan yang berwarna kuning emas akhirnya kami sampai di sebuah rumah kuno dari kayu.

"Ini adalah rumahku. Mari masuk." kata kakek tersebut mempersilakanku.
Sewaktu memasuki rumah itu, bulu kudukku mulai berdiri.
"Mocha, buatkan dua gelas kopi, kita ada tamu nih." kata kakek tersebut menyuruh seseorang.
Dari arah dapur muncul seorang cowok muda, wajahnya manis dan cute, badannya tegap, dan dia memakai baju yang super ketat. Setelah menuangkan dua gelas kopi dia masuk ke dapur dan menyibukkan diri.

"Anak muda, siapa namamu?" kata kakek tersebut ramah.
"Oh maaf, namaku Alvin. Aku bekerja untuk IBM. Tadi banku meletus.."
"Anak muda, malam ini kamu tidur di kamar Mocha saja, sebab kamar Mocha satu-satunya yang ada dua ranjang."
"Maaf, boleh saya tahu nama kakek?"
"Ho ho ho... Namaku Dayat, dua tahun yang lalu aku dan cucuku, Mocha, berimigrasi ke sini. Kok tadi kamu lama merhatiin cucuku, kenapa??"
Aku tersentak kaget, bagaimana dia tahu?
Kikuk aku dibuat oleh pertanyaan kakek itu. Akhirnya pembicaraan jadi kaku. Lama menahan diri, akhirnya aku permisi untuk tidur.
"Pak Dayat, saya mohon diri, saya mau tidur dulu."
"Silakan, tapi jangan keluar dari rumah ini setelah tengah malam, sebab terlalu bahaya."
"Terima kasih atas semuanya, boleh saya tahu kamarnya yang mana Kek?"
"Kamar di pojok kanan."
Setelah itu kakek tersebut masuk ke kamar di pojok kiri.

Aku masuk ke kamar dan ternyata kamar itu tidak ada orang. Dua buah ranjang yang dimaksud kakek tersebut masih rapi dan berdampingan. "Wah, malam ini bisa main deh", pikiran nakalku mulai bekerja. Aku terbaring di sebelah kanan ranjang dan sibuk memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang bisa kulakukan. Dalam waktu singkat, batang kontolku mulai menjadi keras.

Tiba-tiba saja, pintu kamar dibuka dan Mocha memasuki kamar. Dia pasti mengira aku telah tertidur lelap, sebab dengan pelan-pelan dia berjalan ke arah lemari bajunya sambil melepas pakaiannya satu persatu. Ternyata dia berganti celana pendek dan kaos singlet. Sekilas waktu dia telanjang, aku sempat melihat tonjolan di selangkangannya dan bulu di dadanya. Lalu dia memakai piyama tidur. Badannya yang aduhai semakin indah di bawah sinar remang lampu kamar.

Setelah memakai piyamanya dia tidur di sebelahku. Tangannya yang mulus mengelus pipiku sambil berbisik, "Loe suka apa yang loe lihat barusan nggak?" Aku tersentak kaget. Jadi tadi dia ganti baju di depanku dengan sengaja. Tangannya mulai turun dan memegang kejantananku yang sekeras baja. "Nakal juga loe, dari tadi diam aja." Dia membalikkan badanku dan mulai menciumi wajahku. Mulai dari keningku, kemudian hidung, dan akhirnya mulutku. Aku membalas ciumannya dan akhirnya kami French Kissing. Lidah kami bertemu dan bergelut. Badan kami mulai menunjukkan tanda-tanda bahwa permainan ini akan menjadi menarik.

Tanganku mulai membuka baju piyamanya. Tanpa melepaskan French Kiss kami, dia membuang bajunya ke tanah. Tangan nakalku mulai memainkan dadanya yang bidang. Tangannya mulai melepaskan kemejaku dan tak lama kemejaku juga menyusul di tanah.

Ciuman kami terlepas untuk mengambil nafas. Nafas kami mulai menjadi berat dan kami bergerak menurut insting kami. Aku mulai menciumi lehernya dan terus turun ke arah dadanya. Aku menciumi dadanya dan menjilati puting susunya. Setelah lumayan puas dengan dadanya, aku menurunkan celana piyamanya. Tanganku mulai bermain di tonjolan kelelakiannya yang mulai mengeras. Aku memegang batang kontol itu, sambil tanganku bergerilya meremas. Mocha juga tak kalah ganasnya. Dia melepaskan sabuk dan celana jeans-ku. Celanaku menyusul baju dan celana kami di tanah. Celana dalamku juga menyusul.

Aku pun tidak mau buang-buang waktu lagi. Kuhisap batang kontolnya dan kujilati batang lelaki itu. Langsung saja dia mengerang dengan penuh kepuasan. Sambil terus menjilati kontolnya, aku memasukkan dua jari ke liang pantatnya. Tanganku yang satunya menemukan dadanya dan mulai memelintir ringan puting susunya. Dia mengerang dengan gembira dan cairannya asin precum di kontolnya mulai mengalir pertanda dia terangsang hebat. Aku tidak peduli, dengan ganas kudorong maju mundur jemariku dan dengan keras kujilati batang kontolnya. Tepat juga dugaanku, dia mendapat rangsangan yang sangat hebat.

Batang kejantananku yang sejak tadi keras dan online siap-siap kumasukkan ke lubang pantatnya. Tetapi dia menarikku dan membaringkan tubuhku di ranjang. "Tenang aja..." katanya dengan suara yang merdu. Setelah itu, dia langsung mengulum batang kontolku dan dia langsung menaruh kontolnya lagi di atas wajahku. Langsung saja kujilati. Dalam posisi 69 ini, kami saling memuaskan satu sama lainnya. Tak lama, aku merasa air maniku akan keluar. "Mocha, I'm cumming..." desahku diiringi dengan semprotan air maniku yang maha dahsyat dan langsung ditelan dengan mesra oleh Mocha dan setelah orgasme yang keras itu, kurasakan Mocha mencapai puncak orgasme seperti yang kualami tadi. Spermanya muncrat dan mulutku terasa penuh oleh sperma Mocha.

Kami sangat kecapaian dan berbaring sebentar. Rupanya Mocha masih hot. Dia mulai memegang-megang batang kontolku dan genggamannya mulai bergerak naik turun. Batang kontolku yang offline langsung saja berdiri tegap. Mocha duduk mengkangkang dan mengendarai batang kontolku. Badannya naik turun berirama. Tanganku memainkan puting susunya yang mulai mengeras dalam peganganku. Dia mulai mengerang dan berteriak, "Enak...!" Pinggulku juga turut bergerak naik mengikuti irama Mocha. Kocokan tanganku juga mengikuti irama hentakan goyangan pinggul Mocha yang naik turun memompa kontolku di dalam lubang pantatnya.



Sesekali aku merubah posisi sodokan, berbaring sambil terus kosodok pantat gembol itu. Sesekali kubaringkan dan kuangkat kedua paha Mocha dengan sentakan-sentakan kuat kontolku pada lubang pantatnya. Dengan tangaku yang tidak pernah lepas meremas dan mengocok batang kontol Mocha. Kurasakan denyutan di batang kontol Mocha.

Tanda-tanda ejakulasi mulai muncul dan irama kami semakin lebih cepat. "Ooh.. ooh.." Kami berdua mengerang bersamaan dan akhirnya aku merasakan otot-otot lubang pantat mengeras dan dengan erangan yang keras Mocha melenguh sambil kuperkuat kocokan pada kontolnya dan batang itupun meletup letup dan muncratlah cairan sperma Mocha dengan diikuti denyutan denyutan kenikamatan. Sperma itupun tumpah ruah di perut kami berdua, menyemburkan aroma khas sperma yang menggoda. Pada saat itu juga batang kontolku menembakkan cairan nikmatnya ke dalam liang lubang pantat yang sempit itu.

Kami berpakaian kembali. Kami berdua tidur berpelukan sampai besok paginya. Pagi harinya, aku melihat Pak Dayat sedang melihat beberapa orang pemuda desa yang sedang memperbaiki ban mobilku dan setelah selesai, saya langsung pergi dari desa itu meninggalkan kenangan yang tak terlupakan.


TAMAT


Meja Bilyard

Busyeett! Aku melihat jam, ternyata sudah pukul setengah 12 malam, dan aku belum juga bisa menutup mataku untuk tidur, memang pada malam itu keadaan udara sedang panas dan hatiku sedang gelisah yang mana aku juga tidak tahu penyebabnya. Karena aku belum bisa tidur juga, akhirnya aku mengambil keputusan lebih baik keluar sebentar mencari angin. Hmmm.., sejuk juga angin malam sekarang, atau mungkin karena baru diguyur hujan, tapi.. "Ahkk.. nggak aku ambil pusing."

Dalam perjalan aku sempat berpikir juga, mau kemana aku tengah malam begini, tapi akhirnya aku mendapat ide juga, pergi ke tempat billiard. Ya, ke tempat billiard, mungkin badanku harus capek sedikit biar bisa tidur, lagipula biasanya tempat itu tutupnya jam 2 pagi.

Akhirnya aku sampai juga. Setelah memarkir mobil lalu aku masuk. Wuih! ramai juga. Memang untuk ukuran di kotaku, tempat billiard ini yang paling bagus dan waitress-nya juga cantik-cantik. Setelah agak lama melihat-lihat situasi, akhirnya aku menemukan meja yang kosong. Posisi mejanya agak di pojok. Kemudian kunyalakan lampu yang ada di meja itu, lalu aku mengambil stik. Aku berpikir, mungkin cukup beberapa koin saja hingga badan ini agak capek. Saat itu aku tidak begitu memperhatikan waitress yang sedang menyusun bola, lagipula aku sedang mengoleskan tanganku dengan bedak.

"Mas.. mainnya sendirian ya.. saya temenin main ya," tanya cowok penjaga counter minuman di tempat billyard itu kepadaku.
"Boleh," jawabku singkat.
Begitu aku membalikkan badanku untuk main, aku jadi terpana melihat sosok tubuh yang gagahnya minta ampun. Orangnya tidak terlalu tinggi mungkin sebahuku, rambutnya cepak bergelombang, kulitnya sawo matang, dengan tubuh yang tegap, mata yang agak bulat, kumisnya yang menantang dan ditunjang dengan pakaiannya yang pada saat itu menggunakan kaos ketat, membuat lekuk tubuhnya menjadi semakin menggiurkan bagi lelaki gay yang melihatnya. Aku heran juga, mau-maunya dia menyapaku dan begitu percaya diri sekali kalau aku ini suka sama cowok. Padahal tujuanku cuman untuk bermain billiard.

Akhirnya kuawali dengan break yang tentunya ditemani oleh cowok tersebut. Aku grogi juga, kadang-kadang saat dia sedang memukul bola, aku iseng-iseng melihat gundukan tonjolan di selangkangan celana jins ketatnya yangagak menonjol, apalagi saat dia sedang menyusun bola, kulihat jendolan pahanya yang membuat darahku mudaku berdesir.

Selama 3 koin aku tidak banyak ngobrol dengannya tetapi setelah beberapa lama karena mungkin agak akrab, yang mana dalam permainan kami sering saling mengejek akhirnya aku memberanikan diri untuk mengenalnya lebih jauh.

"Mas, namanya siapa?" tanyaku saat dia sedang mau memukul bola, sambil mataku melihat ke tonjolan celana jins itu.
"Ady.. Mas sendiri siapa?" tanyanya."Saya Erick Mas.. hmm.. udah merried Mas?" tanyaku agak menyelidik bak seorang dedektif.
Ady agak tersenyum mendengar pertanyaanku itu.
"Kalo belom kenapa.. kalo udah kenapa," jawabnya sambil memukul bola.
"Kalo udah, saya nggak akan bertanya lagi dan mainnya mo udahan aja karena takut ada yang ngambek.. tapi kalo belom, boleh khan saya daftar," jawabku sambil tertawa.
"Iihhh.. buntut-buntutnya malah mau daftar," jawabnya sambil matanya memandang ke arahku.
Tatapan matanya nakal sekali, pikiran kotorku mulai keluar. Tapi setelah itu, kami malah asyik bermain sampai tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul setengah 2 pagi, dan akhirnya kusudahi bermainnya karena merasa capek.

"Mas, udahan ah.. capek nih.. oh ya, aku pesen minumnya lagi dong," kataku kepada Ady.
"Iya.. tapi Ady minta Krating Daeng ya," pintanya.
"Boleh.. boleh.. ngambil aja.." kataku sambil memperhatikan Ady yang berjalan lenggak lenggok bak peragawati yang berjalan di catwalk.
Tak beberapa lama dia datang lagi sambil membawa minumannya, kemudian duduk di sebelahku yang mana dadanya yang ditumbuhi bulu-bulu halus sengaja dia perlihatkan pada semua orang.

"Mas tinggal di mana?" tanyaku.
"Di daerah Di***(edited)," jawabnya.
"Ooo.. deket juga," kataku, lalu aku bertanya lagi tentang hal yang belum dia jawab waktu diawal perjumpaan tadi."Oh ya Mas, udah merried?" selidikku sambil tersenyum, dia menggelengkan kepala.
Yes! artinya itu belum merried pikirku, aku jadi tambah bersemangat untuk mengenalnya lagi.
"Hmmm.. Mas pulangnya sama siapa," tanyaku lagi.
"Ikut jemputan, kenapa emangnya?" dia balik bertanya.
"Nggak pa-pa Mas, tapi kalo Mas nggak keberatan, boleh dong saya anter pulang?" kataku sambil mengharapkan dia mau bareng pulangnya.
Mas Ady terdiam, sepertinya dia sedang mempertimbangkan tawaranku, yang pada akhirnya...

"Boleh aja, tapi kamu sendirian khan?" kata Ady, senang juga aku mendengarnya, memang itu yang kuharapkan jawaban darinya.
"Berdua Mas, tuh ama bayangan," kataku sambil tertawa, mendengar jawabanku dia tersenyum sambil memukul pahaku.
Kemudian kami ngobrol sambil menunggu waktu pulang, yang sebelumnya kubereskan dulu pembayaranbekas aku main tadi berikut minumannya. Jam sudah menunjukan pukul 2 pagi lewat, tampak waitress yang satu shift ama Ady sudah pada pulang, yang sebelumnya mereka setor dulu penghasilan koin mereka malam itu, dan aku baru tahu kalau keluar dari situ ternyata mereka sudah pada berganti pakaian. Tp kok Mas Ady tidak berganti pakaian.

"Nggak ganti pakaiannya dulu Mas?" tanyaku.
"Nggak ah, males.. lagipula aku kan nggak ikut jemputan, jadinya nggak risih," jawabnya sambil menuju ke kasir untuk menyetor laporan penjualan counter minuman, tapi sebelum sampai ke kasir dia setengah berbisik kepadaku, "Kamu duluan aja Rick, ntar aku nyusul.. kamu tunggu di depan warung aja."
Aku cuma mengangguk saja, aku langsung keluar dan segera menuju mobilku lalu kuparkir mobilku di depan warung yang tidak jauh dari tempat billiard.

Tidak berapa lama Mas Ady datang.
"Sorry ya, agak lama.. lagipula tadi aku kasih alasan dulu kalo sekarang nggak ikut jemputan," katanya.
"Nggak pa-pa Mas," kataku sambil menghidupkan mobil dari tempat billiard ke rumahnya yang cuma membutuhkan waktu 15 menit, tapi otak kotorku malah mulai mencari ide agar aku dapat bersamanya agak lebih lama lagi. Akhirnya aku dapat juga ide tersebut, memang kalau untuk hal-hal seperti itu akulah ahlinya.
"Mas, mau langsung ke rumah atau mau jalan-jalan dulu," tanyaku pada Mas Ady sambil melirik dadanya yang tegap dan agak berbulu tersebut.
"Hmm.. emang mau ke mana gitu Rick?" kata Ady sambil menyalakan sebatang rokok, aku sempat berpikir, yang akhirnya..
"Kalau ke Batu aja gimana Mas, ya.. sambil liat kota Malang dari atas sana.. terus makan jagung bakar," kataku lagi.
"Hmmm.. boleh lah Rick," jawabnya lagi.
Dalam perjalanan kami tidak banyak bicara, mungkin karena dia dan aku sudah agak capek karena main billiard tadi.

Setelah sampai di sana, lalu kuparkirkan mobil ke tempat yang agak gelap, di samping itu dapat juga melihat pemandangan kota Malang yang mungkin hanya terlihat lampu-lampunya saja. Kemudian aku memesan beberapa makanan yang tentunya menu utamanya jagung bakar, dan aku memesan beer hitam supaya badanku agak hangat.

Setelah makanan dan minuman sudah selesai dihidangkan, aku balik lagi ke mobil. Lalu kuberikan makannan yang Mas Ady pesan.
"Pemandangannya bagus ya Mas, betah aku kalo udah di sini," kataku mengawali pembicaraan.
"Iya Rick, bagus banget," jawabnya sambil makan jagung bakar.
"Mas udah lama kerja di situ?" kataku lagi.
"Baru 2 bulan Rick, kenapa emangnya?" jawabnya.
"Nggak pa-pa Mas, sayang aja." kataku sambil meminum beer-ku.
"Sayang kenapa Rick?" jawab Ady dengan dengan agak keheranan atas pertanyaanku itu.
"Sayang aja Mas, kok mau-maunya Mas kerja di situ, kan banyak kerjaan yang lain, apalagi Mas wajahnya cakep, tubuh proporsional. Pasti gampang nyari kerjaan yang lain," kataku dengan sedikit agak merayu.
"Terima kasih Rick, kamu perhatian juga.. tapi aku terpaksa Rick, jaman sekarang kerjaan susah, apalagi ijasahku cuma lulus SMA.. ya jadinya terpaksa, tapi aku ngucapin terima kasih deh Rick.. kamu perhatian banget," kata Ady sambil tangan kanannya mengusap pipiku, kubalas dengan mencium telapak tangannya.
"Mas, Erick harap pertemuan kita nggak sampai disini.. nanti Erick akan sering-sering main ke tempat itu," kataku merajuk.
"Terima kasih Rick," ucap Ady sambil mencium hangat pipiku.
Serrr! ada suatu yang lain, kurasakan kehangatan dalam jiwaku, perasaan kasih sayang yang amat dalam terasa sekali. Lama aku memandangi wajahnya, sepertinya dia tahu kalau aku memperhatikannya.

"Kok ngeliatin terus Rick?" tanya Mas Ady.
Kaget juga aku, ternyata dia tahu kalau aku sedang memperhatikannya.
"Eh, nggak kok Mas.. pengen aja liat Mas.. biar puas." kataku sambil bercanda dikit.
"Idihh.. genit kamu Rick," kata Ady sambil mencubit pahaku.
"Rick.. jangan panggil Mas ya.. lagi pula umur kita nggak beda jauh kok," katanya.
"Hmmm.. oke deh.. Om.. eh.. Ady," kataku sambil bercanda lagi.
Ady tersenyum sambil mencubit lagi pahaku.

Selang beberapa waktu kami terdiam karena menikmati makanan yang tadi kami pesan.
"Auuww!" Ady agak menjerit, aku kaget juga.
"Kenapa Ady?" tanyaku.
"Bibirku kegigit.. kayaknya berdarah nih," katanya sambil agak meringis.
Kemudian kunyalakan lampu yang ada di dalam, lalu aku memperhatikan bibirnya yang memang berdarah, tapi sedikit. Lalu aku mengambil tissue yang ada di belakang jok depan.
"Makanya kalo lagi makan jangan sambil ngelamun.. jadinya salah gigit," kataku sambil membersihkan darah yang keluar dari bibirnya.
"Siapa juga yang ngelamun.. ngarang aja kamu Rick," katanya.
"Udah.. ntar nggak bisa dibersihkan dong kalo nyerocos terus." kataku lagi.
Dia diam aja, sementara aku membersihkan seputar bibirnya. Setelah selesai, kubuang tissue itu keluar, dengan posisi jari tanganku masih memegang bibirnya. Aku sempat tertegun memandang bibirnya yang mungil itu, dengan perlahan kucium dengan lembut bibir itu, kulepaskan lagi, kemudian memandang wajahnya, dia tersenyum lalu memejamkan matanya. Lalu kucium kembali bibirnya yang mungil, lama juga aku melumat bibirnya, lalu tangan kananku mematikan lampu yang masih menyala.

Kemudian kupegang pipinya, aku masih mencium dengan lembut bibirnya. Lama-lama nafas kami berdua mulai tidak beraturan. Lalu kujulurkan lidahku ke dalam rongga mulutnya, agak gelagapan juga dia menerima serangan dariku, tapi tiba-tiba dia membalas lebih ganas lagi, lidahku disedotnya sesekali digigitnya. Bunyi perpaduan antara bibir yang bertemu bibir dibarengi saling sedot lidah sudah tidak kami hiraukan, permaianan lidah kami berdua malah bertambah hebat.

Mungkin bisa anda membayangkan posisi kami pada waktu itu, aku yang duduk di jok depan kemudi, sedangkan dia berada di jok sampingku, jelas perutku yang pada waktu itu sedang berasyik ria terganjal oleh rem tangan, ditambah badanku yang agak melilit. Pegel juga waktu itu, lalu kusudahi percumbuan kami. "Ady, kita pindah ke belakang," bisikku. Ady tidak bicara, kemudian kami berdua pindah ke belakang.

Oh ya, waktu itu aku memakai mobil espass supervan, jadi di bagian tengahnya agak lega sedikit, didukung kaca yang gelap, sehingga sangat mendukung sekali. Tapi sebelum melanjutkan, aku kembalikan dulu peralatan bekas makan tadi sambil membayar, lalu aku balik lagi ke mobil.

Lama juga kami diam, dengan inisiatifku aku mulai menghampiri wajahnya, sambil kedua tanganku memegang wajahnya. Dia memejamkan matanya. "Aku sayang kamu Ady.." kataku sambil mencium kembali bibirnya yang mungil, sehingga dia tidak sempat membalas ucapanku tadi.

Kali ini permainan kami lebih hebat dari tadi, Ady yang tadinya agak ragu malah kini tampaknya makin ganas, nafasnya mulai agak memburu. Tidak sampai disitu saja, tangan kananku mulai turun ke bawah, mengelus pahanya. Setelah mengelus, tanganku kuarahkan ke setelan jok sehingga posisi Ady sekarang jadi setengah posisi tidur, sedangkan badanku ada diantara kedua pahanya. Kemudian kupegang lagi wajahnya sambil masih tetap berciuman, tanganku mulai menelusuri lehernya terus pundak dan akhirnya sampai pada dada bidangnya, lalu tanganku kuarahkan ke kancingnya, kubuka satu persatu.

"Erickk.." bisiknya sambil tangannya merangkul leherku.
Setelah kancingnya terbuka semua, terpampanglah dada bidang itu, ditumbuhi bulu-bulu halus nan lebat. Aku buka kaosnya, lalu kubuka dan kulempar ke jok paling belakang. Tanpa melepas bajunya, aku kemudian bergeser lagi ke atas, kulumat bibirnya. Setelah puas, ciumanku mulai berpindah ke telinga kirinya, kulumat dan sesekali kugigit telinganya. Ady makin mendesah kenikmatan. Lalu setelah puas dengan apa yang kulakukan, kujiilat lehernya yang jenjang, terus menuju pundaknya, yang akhirnya sampai ke dadanya dan kudapati tetek kecil itu. Dengan lembut kujilat putingnya silih berganti, kadang aku meremas keduanya, lalu kusedot puting susunya, sesekali kugigit mesra.

"Ooohh.. Eriicckkk.." rintihnya.
Aku masih saja asyik mempermainkan kedua bukit kembarnya itu, lalu tanganku kugunakan untuk membuka bajuku, lalu kulepas juga celana jeans-ku, karena batang kontolku agak sakit, maklum pada waktu itu sudah dalam posisi siap tempur. Kemudian tanganku kuarahkan ke dadanya, kuremas-remas dengan lembut, sambil lidahku masih mempermainkan puting susunya hingga dia menggelinjang keenakan. Puas dengan meremas kedua dadanya, kedua tanganku kuarahkan ke pahanya. Dengan posisi masih melumat tetek kecilnya, tanganku mengelus-elus pahanya, terasa juga olehku bulu-bulu halusnya, kubuka releting celananya dan kugeser ke bawah sehingga bulu-bulu kontolnya jelas telihat. Tapi aku tidak mau terburu-buru, kualihkan tanganku ke pinggangnya. Setelah puas bermain dengan teteknya, lidahku menjulur ke bagian bawah. Kujilat pusarnya.Tangan Ady meremas-remas rambutku, kakinya bergerak tidak beraturan, mungkin karena dia menerima rangsangan sehingga dia tidak bisa diam. Setelah itu, lidahku turun lebih ke bawah lagi, kali ini di hadapanku terpampang jelas tonjolan kenikmatan. Kubuka dan kutarik kebawah celana jins itu. Lalu kujilat kontolnya yang masih tertutup CD putih, jari tanganku kuarahkan ke pinggir CD-nya. Kugeser sedikit pinggir CD-nya sehingga batang kontolnya agak kelihatan, lalu kujilat batang kontolnnya, kusedot mesra yang mana membuat Ady semakin keras meremas rambutku. Tidak puas dengan itu, kutarik CD-nya untuk kulepaskan. Ady ikut membantu dengan mengangkat pantatnya ke atas sehingga dengan mudah aku melepas CD-nya.Dengan tidak sabar, aku lalu menjilat kontolnya. Dengan jariku yang memegang batang kontol itu, kunikmati batang kontol itu serasa makan es krim lolipop.

kontolnya sudah basah sekali, lalu aku sambil menjilat batang kontolnya aku mencari ujung kontolnya. Setelah ketemu, kujilat bibir kecil itu. Kemudian kusedot sampai cairannya pun ikut tersedot olehku. Ady semakin mendesah tak karuan. Tiba-tiba kakinya dinaikkan ke atas pundakku sehingga wajahku agak terjepit oleh kedua pahanya. "Eerriicckk.." jeritnya sambil tangannya meremas rambutku. Kubenamkan wajahku di kontolnya, disamping itu jepitan pahanya semakin terasa oleh wajahku. Hmmm.. rupanya dia baru terangsang hebat.

"Rick, udah Rick.. udah.. masukin aja Sayang.." pintanya sambil mengusap-usap rambutku, sengaja kubiarkan dulu jilatan dan hisapanku terhadap kontolnya. Kubiarkan dulu dia menikamati puncak terangsangnya. Setelah kulihat dia agak santai, kutundukkan kepalaku lagi untuk menuju kontolnya yang indah itu, tapi dia malah menahannya, sambil menggelengkan kepalanya dia tersenyum. "Udah Rick.. jangann.. aku nggak kuat loh.." katanya. Akhirnya kuturuti juga, dengan posisi kaki agak ditekuk, badanku aku ditegakkan, lalu kuarahkan batang kontolku yang sejak tadi sudah minta bagian ke arah agak bawah. Bongkahan pantat itu kukuak dan kudapati lubang kontol yang ditumbuhi bulu bulu halus. Kulihat wajahnya yang agak berkeringat."Sshh.. Erickkk.. pelan Sayang.." katanya begitu aku baru memasukkan jariku sedikit sambil kulumuri ludahku. Sedikit demi sedikit jariku masuk, satu, lalu dua hingga tiga jariku masuk semua. Lalu kuganti kontolku ku arahkan ke lubang pantat yang telah setengah terbuka itu. Kudorong setengah batang kontolku, sambil kedua tangannya agak menahan dadaku. Memang kurasakan agak sulit juga. Kalau perawan sih bukan, tapi karena jarang dipakai, jadinya agak susah juga masuknya.

"Aakkhhh.. Riccckkk.." rintihnya begitu aku langsung memasukkan batang kontolku, dia kaget juga waktu kuperlakukan begitu. "Nakal kamu Rick.." sambil berkata dia mencubit pinggangku,Pelan-pelan aku mulai menggerakkan pantatku, dengan refleks dia melingkarkan kedua kakinya ke pinggangku. Makin lama gerakanku makin cepat, bibir kami pun sesekali saling berpagutan, diselingi desahan-desahan nikmat.

"Oookhh.. Ady.. enak sekali Sayang.." kataku dibarengi nafas yang memburu. Tanganku sibuk mengocok batang kontolnya yang semakin berdenyut denyut dan tangan satunya memilin tetek dan meremas dada bidangnya. Kulihat wajah Ady, matanya terpejam, sepertinya dia sedang menikmati persetubuhan yang kami lakukan. Tidak berapa lama.. tiba-tiba pelukannya makin erat dan jepitan kakinya yang melingkar di pinggangku, terasa menjepit sekali, rupanya dia mencapai puncaknya lagi, aku diam sebentar sambil kutekan lag ikontolku ke dalam lubang pantatnya. Aku merubah posisi, dia kusuruh nungging seperti “doggy style”. Lubang pantatnya tertantang untuk kumasuki, sementara kontol Adi bergelantungan.. sambil kutusuk dari belakang, sambil kuciumi punggungnya, kukocok kontolnya mengikuti aluran sodokan kontolku di pantatnya..

"Riccckkk.. aaakkhh.. sshhh.." rintihnya sambil matanya merem melek. Aktifitasku kuhentikan sejenak biar dia merasakan kenikmatan yang baru dia dapat. "Rick.. kamu belum keluar ya.. gantian ya," pintanya sambil tersenyum manis, aku hanya menganggukkan kepalaku. Memang kalau dalam bercinta bukannya aku kuat, tapi aku selalu mengatur irama. Aku ingin supaya pasanganku puas lebih dulu, setelah dia puas baru aku yang mencari kepuasan, jadi tidak akan saling mengecewakan.

Kini gantian posisiku yang agak setengah tidur, dan tubuh Ady berada di tengah kedua pahaku. Kulihat dia mengambil tissue, lalu mengelap batang kontolku. Setelah itu dia melihat wajahku sebentar, lalu dengan perlahan dia mulai menjilat kepala kontolku. "Sshhh.." aku cuma bisa mendesis karena geli yang kurasakan. Ady masih saja asyik menjilati lubang kepala kontolku, lalu tiba-tiba dia memasukkan kepala kontolku ke dalam mulutnya. Sesekali batangku dia gigit dengan lembut. Hisapannya lembut sekali, aku cuma bisa mendesah kenikmatan. Ady tampaknya menikmati permainan ini, aku hanya bisa mengelus-elus rambutnya, sesekali kuremas kedua bukit kembarnya.

Lama-lama hisapannya semakin kuat, enak sekali rasanya. Kurasa mungkin kalau begini terus aku bisa ambrol maka aku buru-buru menghentikan aktifitasnya, dia tampak keheranan. "Udah Ady sayang.. aku nggak kuat.. kamu sekarang di atas, ya.." kataku. Ady cuma tersenyum, mungkin senyumannya itu penuh arti, aku tidak bisa mengartikannya. Lalu Ady setengah berdiri, kemudian dia mengangkangi tubuhku, diraihnya batang kontolku, lalu diarahkan ke lubang pantatnya. Aku dudukin, dan kontol dia tertera jelas di depanku, secepat kilat kusambar kontol itu dan kuremas-remas.. Begitu kepala kontolku tepat pada lubang pantatnya, dengan sedikit sentakan kontolku amblas dilahapnya. Kami terdiam sesaat, kulihat Ady memejamkan matanya, tangannya dia taruh di dadaku, lalu pelan-pelan dia gerakkan pantatnya naik turun, kepalanya mendongak ke belakang. Setiap kali dia melakukan gerakan, dari mulutnya keluar desahan dan rintihan yang makin membangkitkan nafsu birahiku, begitu juga denganku, aku pun mengerang kenikmatan.

Makin lama gerakan Ady makin cepat, batang kontolku terasa seperti diremas-remas. Walaupun keadaannya agak gelap tapi dapat kulihat mimik wajahnya seperti menikmati permainanan ini. Badannya yang terlihat mengkilap karena keringat yang keluar. Aku pun tidak tinggal diam, tanganku meremas kedua dada bidangnya, sambil sesekali memelintir putingnya, lalu kuangkat badanku sedikit supaya aku bisa menghisap putingnya yang begitu menantang. Tangannya mendekap leherku, seperti meminta lebih keras lagi aku menghisap putingnya. Gerakannya tambah liar saja, dan erangannya jelas sekali terdengar. "Aaakkhhh.. ssshhh.. Errriicckk.." erangnya sambil meremas rambutku. Aku semakin aktif saja melumat putingnya, sambil tangaku semakin keras mengocok batang kontolnya dan Ady makin hebat saja gerakannya.

Tiba-tiba kurasakan sesuatu akan keluar dari batang kontolku. Aku mencoba bertahan, tapi sepertinya tidak bisa. "Ady.. aku mau keluarr.. aakkhhh.." erangku. "Aku juga Rick.. sebentar lagi.. bareng yaa.. okhhh.. okhhh.. Erickkk.." desahnya sambil tangannya sekarang memegang wajahku, lalu dia melumat bibirku, tangannya melingkar di pundakku, tetapi bibirnya masih mencium bibirku.

Dan.. "Aaakkhhh.. Erriicckkk.." jerit Ady sambil mendekapku begitu kuat sekali. Tanganya merebut batang kontolnya untuk dia kocok sendir. Dengan kocokan dan remasan tanga Ady sendiri, akhirnya kontol besar itu memuncratkan cairan spermanya. "Aakkhhh.. aku keluaarrr Adya.. ookhhh.." eranganku menahan kenikmatan yang tiada taranya. Kami lalu terdiam dengan nafas yang tersenggal-senggal, dengan posisi Ady masih di atasku, kemudian Ady mencium keningku, lalu melumat bibirku, aku pun tak mau kalah, kubalas ciumannya. Kami berciuman cukup lama, sambil mengucapkan kata-kata sayang. "Aku sayang kamu Ady.. kuharap jangan berakhir disini," kataku sambil mencium keningnya, tampak dia memejamkan matanya begitu aku mencium keningnya. "Ady sayang kamu juga Rick.." ucapnya. Kulihat sepintas wajahnya penuh kebahagian dan kepuasan. Tak terasa kami tertidur dalam posisi masih di atas badanku. Deru kendaraan yang lewat terdengar jelas sekali, aku sadar, lalu aku bangun, kulihat kami masih dalam keadaan telanjang bulat. Lalu kubangunkan Ady untuk segera berpakaian kemudian kita kembali untuk pulang. Untungnya posisi mobil tidak menghandap ke jalan raya, ditambah kaca mobil yang gelap sehingga kecil kemungkinan kalau orang bisa melihat ke dalam mobil. Setelah beres berpakaian lalu kami pulang, tapi sebelumnya saya janjian dulu dengan Ady untuk bertemu kembali malam nanti, dan dia setuju. Hmmm..
Oke deh, komentar dan kritiknya saya tunggu.


Ayam Goreng Nikmat

Pada waktu itu aku pulang dari kampus sekitar pukul 20:00 karena ada kuliah malam. Sesampainya di tempat kost, perutku minta diisi. Aku langsung saja pergi ke warung tempat langgananku di depan rumah. Warung itu milik Om Bahry, umurnya 30 tahun. Dia seorang Duda ditinggal mati istrinya dan belum punya anak. Orangnya cantik dan bodynya bagus. Aku melihat warungnya masih buka tapi kok kelihatannya sudah sepi. Wah, jangan-jangan makanannya sudah habis, aduh bisa mati kelaparan aku nanti. Lalu aku langsung masuk ke dalam warungnya.

"Om..?"
"Eee.. Dik Sony, mau makan ya?"
"Eee.. ayam gorengnya masih ada, Om?"
"Aduhhh.. udah habis tuch, ini tinggal kepalanya doang."
"Waduhhh.. bisa makan nasi tok nich.." kataku memelas.
"Kalau Dik Sony mau, ayo ke rumah Om. Di rumah Om ada persediaan ayam goreng. Dik Sony mau nggak?"
"Terserah Om aja dech.."
"Tunggu sebentar ya, biar Om tutup dulu warungnya?"
"Mari saya bantu Om."

Lalu setelah menutup warung itu, saya ikut dengannya pergi ke rumahnya yang tidak jauh dari warung itu. Sesampai di rumahnya..
"Dik Sony, tunggu sebentar ya. Oh ya, kalau mau nonton TV nyalakan aja.. ya jangan malu-malu. Om mau ganti pakaian dulu.."
"Ya Om.." jawabku.

Lalu Om Bahry masuk ke kamarnya, terus beberapa saat kemudian dia keluar dari kamar dengan hanya mengenakan kaos dan celana pendek warna putih. Wow keren, bodynya yang sexy terpampang di mataku, gundukan dada bidangnya juga menyembul dari balik kaosnya itu. Kakinya yang panjang dan jenjang, putih dan mulus serta ditumbuhi bulu-bulu khas pria macho. Sungguh maskulin.

Dia menuju ke dapur, lalu aku meneruskan nonton TV-nya. Setelah beberapa saat.
"Dik.. Dik Sony.. coba kemari sebentar?"
"Ya Om.. sebentar.." kataku sambil berlari menuju dapur.

Setelah sampai di pintu dapur.
"Ada apa Om?" tanyaku.
"E.. Om cuman mau tanya, Dik Sony suka bagian mana.. dada, sayap atau paha?"
"Eee.. bagian dada aja, Om." kataku sambil memandang tubuh Om Bahry yang tidak bisa diungkapkan oleh kata-kata. Tubuhnya begitu indah.
"Dik Sony suka dada ya.. eehhhmmm.." katanya sambil menggoreng ayam.
"Ya Om, soalnya bagian dada sangat enak dan gurih." kataku.
"Aduhhh Dik.. tolong Dik.. punggung Om gatel.. aduhhh.. mungkin ada semut nakal.. aduhhh.."
Aku kaget sekaligus bingung, kuperiksa punggung Om Bahry. Tidak ada apa-apa.

"Nggak ada semutnya kok Om.." kataku sambil memandang bulu-bulu halus di sebagian tubuhnya yang membuat kontolku naik 10%.
"Masak sih, coba kamu gosok-gosok pakai tangan biar gatelnya hilang." pintanya.
"Baik Om.." lalu kugosok-gosok punggungnya dengan tanganku. Wow, keras, kahs cowok macho.
"Bagaimana Om, sudah hilang gatelnya?"
"Lumayan Dik, aduh terima kasih ya. Dik Sony pintar dech.." katanya membuatku jadi tersanjung.
"Sama-sama Om.." kataku.
"Oke, ayamnya sudah siap.. sekarang Dik Sony makan dulu. Sementara Om mau mandi dulu ya." katanya.
"Baik Om, terima kasih?" kataku sambil memakan ayam goreng yang lezat itu.

Disaat makan, terlintas di pikiranku tubuh Om Bahry yang telanjang. Oh, betapa bahagianya mandi berdua dengannya. Aku tidak bisa konsentrasi dengan makanku. Pikiran kotor itu menyergap lagi, dan tak kuasa aku menolaknya. Om Bahry tidak menyadari kalau mataku terus mengikuti langkahnya menuju kamar mandi. Ketika pintu kamar mandi telah tertutup, aku membayangkan bagaimana tangan Om Bahry mengusap lembut seluruh tubuhnya dengan sabun yang wangi, mulai dari wajahnya yang gagah dan macho itu, lalu pipinya, bibirnya yang ditumbuhi kumis tebal, lehernya, dadanya yang montok, perut dan pusarnya, terus pantatnya, bokongnya yang montok, pahanya hingga bagian kontolnya . Aku lalu langsung saja mengambil sebuah kursi agar bisa mengintip lewat kaca di atas pintu itu. Di situ tampak jelas sekali.

Om Bahry tampak mulai mengangkat ujung kaosnya ke atas hingga melampaui kepalanya. Tubuhnya tinggal terbalut celana pendek, itu pun tak berlangsung lama, karena segera dia melucutinya. Dia melepaskan celana pendek yang dikenakannya, dan meloncatlah kontolnya yang besar itu. Lalu, dengan diguyur air dia mengolesi seluruh tubuhnya dengan sabun, lalu tangannya membuat busa dibulu kontolnya dan meremas kontolnya dan berputar-putar di ujungnya. Kejantananku seakan turut merasakan pijitannya jadi membesar sekitar 50%. Dengan posisi berdiri sambil bersandar tembok, Om Bahry meneruskan gosokannya di daerah selangkangan, sementara matanya tertutup rapat, mulutnya menyungging.

Beberapa saat kemudian...
"Ayo, Dik Sony.. masuk saja tak perlu mengintip begitu, kan nggak baik, pintunya nggak dikunci kok!" tiba-tiba terdengar suara dari Om Bahry dari dalam. Seruan itu hampir saja membuatku pingsan dan amat sangat mengejutkan.
"Maaf yah Om. Sony tidak sengaja lho," sambil pelan-pelan membuka pintu kamar mandi yang memang tidak terkunci. Tetapi setelah pintu terbuka, aku seperti patung menyaksikan pemandangan yang tidak pernah terbayangkan. Om Bahry tersenyum manis sekali dan..
"Ayo sini dong temani Om mandi ya, jangan seperti patung gicu?"
"Baik Om.." kataku sambil menutup pintu.
"Dik Sony.. kontolnya bangun ya?"
"Iya Om.. ah jadi malu saya.. abis Sony liat Om telanjang gini, jadi nafsu saya, Om.."
"Ah nggak pa-pa kok Dik Sony, itu wajar.."
"Dik Sony pernah ngesex belum?"
"Eee.. belum Om.."
"Jadi, Dik Sony masih perjaka ya, wow ngetop dong.."
"Akhhh.. Om jadi malu, Sony."

Waktu itu bentuk celanaku sudah berubah 70%, agak kembung, rupanya Om Bahry juga memperhatikan.
"Dik Sony, kontolnya masih bangun ya?"
Aku cuman mengangguk saja, dan diluar dugaanku tiba-tiba Om Bahry mendekat dengan tubuh telanjangnya meraba kontolku.
"Wow besar juga kontolmu, Dik Sony.." sambil terus diraba turun naik, aku mulai merasakan kenikmatan yang belum pernah kurasakan.

"Dik Sony.. boleh dong Om liat kontolnya?" belum sempat aku menjawab, Om Bahry sudah menarik ke bawah celana pendekku, praktis tinggal CD-ku yang tertinggal plus kaos T-shirtku.
"Oh.. besar sekali dan sampe keluar gini, Dik Sony." kata Om sambil mengocok kontolku, nikmat sekali dikocok Om Bahry dengan tangannya yang halus mulus dan putih itu. Aku tanpa sadar terus mendesah nikmat, tanpa aku tahu, kontolku ternyata sudah digosok-gosok oleh tangan kekar Om Bahry "Ough.. Om.. nikmat Om.. ough.." desahku sambil bersandar di dinding.

Setelah itu, Om Bahry memasukkan kontolku ke bibirnya, dengan buasnya dia mengeluar-masukkan kontolku di mulutnya sambil sekali-kali menyedot, kadang-kadang juga dia menjilat dan menyedot habis 2 telur kembarku. Aku kaget, tiba-tiba Om Bahry menghentikan kegiatannya. Dia pegangi kontolku sambil berjalan ke arah bak mandi, lalu Om Bahry nungging membelakangiku, sebongkah pantat terpampang jelas di depanku.

"Dik Sony.. berbuatlah sesukamu.. kerjain Om ya?!"
Aku melihat pemandangan yang begitu indah, pantat dengan bulu halus yang tidak terlalu lebat. Lalu langsung saja kusosor bonggolan pantat itu. Lalu kubalikkan dengan segera, hingga kudapati tonjolan kontol yang gede itu. Kulahap dengan rakus kontol Om Bahry, aku mainkan lidahku di ujung kontol, sesekali kulahap habis batang berurat itu.

"Ough Sonnn.. ough.." desah Om Bahry sambil meremas-remas rambutku.
"Terus Son.. Sonnn.." aku semakin keranjingan, terlebih lagi waktu kulumat habis kontol itu dan ada rasa hangat dan denyut-denyut kecil semakin membuatku gila.

Kemudian Om Bahry tidur terlentang di lantai dengan kedua paha ditekuk ke atas.
"Ayo Dik Sony.. Om udah nggak tahan.. mana kontolmu Son?"
"Om udah nggak tahan ya?" kataku sambil melihat pemandangan demikian menantang, bongkahan pantat dengan sedikit rambut lembut terlihat mengkilat, aku langsung menancapkan kontolku di belahan pantat itu.
"Aoghhhh.." teriak Om Bahry.
"Kenapa Om..?" tanyaku kaget.
"Nggak.. Nggak apa-apa kok Son.. teruskan.. teruskan.."
Aku masukkan kepala kontolku di lubang pantatnya.
"Sempit sekali Om.. sempit sekali Om?"
" Nggak pa-pa Son.. terus aja.. soalnya udah lama sich Om nggak ginian.. ntar juga enak kok.."
Yah, aku paksa sedikit demi sedikit, baru setengah dari kontolku amblas. Om Bahry sudah seperti cacing kepanasan menggelepar kesana kemari.

"Ough.. Son.. ouh.. Son.. enak Son.. terus Son.. oughhh.." desah Om Bahry, begitu juga aku walaupun kontolku masuk ke lubang pantatnya cuman setengah tapi kempotannya sungguh luar biasa, nikmat sekali. Semakin lama gerakanku semakin cepat, kali ini kontolku sudah amblas dimakan lubang pantatnya Om Bahry. Keringat mulai membasahi badanku dan badan Om Bahry.

Tiba-tiba Om Bahry terduduk sambil memelukku dan mencakarku.
"Oughhh Son.. ough.. luar biasa.. oughhh.. Sonnn.." katanya sambil merem melek.
"Kayaknya aku mau orgasme.. ough.." kontolku tetap menancap di lubang pantat Om Bahry.
"Dik Sony udah mau keluar ya?"
Aku menggeleng, kemudian Om Bahry terlentang kembali. Aku seperti kesetanan menggerakkan badanku maju mundur, aku melirik kontolnya yang bergelantungan karena gerakanku, aku menunduk, kucium punggungnya. Om Bahry semakin mendesah, "Ough.. Sonnn.." tiba-tiba Om Bahry mengerang.

Kuperkuat kocokan pada kontol Om Bahry hingga batang itu berdenyut-denyut.

"Oughhh.. Sonnn.. aku mau keluar..."
Lubang pantatnya kurasakan berdenyut-denyut.

Crott..crott… cairan sperma itu muncrat ke sprei. Banyak sekali dan agak kental. Hal itu berakibat pada denyutan pada pantatnya membuat kontolku ikutan berdenyut. Aku dibuat terbang rasanya. Ah, rasanya aku sudah mau keluar juga. Sambil terus goyang, kutanya Om Bahry.
"Om.. aku keluarin di mana Om..? Di dalam boleh nggak..?"
"Terseraaahh.. Sooonnn..." desah Om Bahry.
Kupercepat gerakanku, kontolku berdenyut keras, ada sesuatu yang akan dimuntahkan oleh kontolku. Akhirnya semua terasa enteng, badanku serasa terbang, ada kenikmatan yang sangat luar biasa. Akhirnya kumuntahkan laharku dalam lubang pantat Om Bahry, masih kugerakkan badanku dan rupanya Om Bahry merasaan sensititivitas dahsyat lalu dia gigit dadaku, "Oughhh.."

"Dik Sony.. Sonnn.. kamu memang hebat..."
Aku kembali mangenakann CD-ku serta celana pendekku. Sementara Om Bahry masih tetap telanjang, terlentang di lantai.
"Dik Sony... kalo mau beli makan malam lagi yah... jam-jam sekian aja ya.." kata Om Bahry menggodaku sambil memainkan kontolnya yang masih nampak bengkak.
"Om ingin Dik Sony sering makan di rumah Om ya.." kata Om Bahry sambil tersenyum genit.
Kemudian aku pulang, aku jadi tertawa sendiri karena kejadian tadi. Ya gimana tidak ketawa cuma gara-gara "Ayam Goreng" aku bisa menikmati indahnya bercinta dengan Om Bahry. Dunia ini memang indah meski cuma berisi cowok.

Kenangan di Kota Dinging

Sore ini berangkat ke Bungurasih, ada rencana nyekar ke makam nenekku di Malang.. Kira-kira udah setahun aku tak pernah mengunjungi makamnya sehubungan dengan kesibukanku yang berjubel. Sudah lama aku erencanaka nyekar ke makam. Bis baru meluncur pukul 16.00 WIB. Sempat macet juga, tapi aku nikmati aja dengan lagu-lagu manis, lagu jatuh cinta.
Hmm....“Apakah ini namanya cinta?
Begitu membingungkan
Aku kini sedang jatuh cinta
Kutanyakan mengapa hatiku resah
Hatiku gundah semuanya jadi serba salah …”
Hihihi … gue jatuh cinta? Yang lebih pas sebenarnya “GUE KAPOK JATUH CINTA”.
Tapi entah dua hari ini sejak kehadiran pacar khayalan, si Mario, kenapa seua serba dia …
Aku sedang Bosan, kuingat kamu …
Aku sedang sedih kuingat kamu …
Thanks, Maya … karyamu memang sederhana dibanding karya Dhani, suamimu, tapi aku bisa merasakan bahwa sederhana itu indah. Kesederhaan dalam memaknai hidup. Kejujuran dalam mengungkapkan perasaan, tanpa rekayasa tanpa puitis yg berlebihan.
Kalo mau jatuh cinta … jatuh cinta saja
Kalo mau nangis nangis saja
Kalo mau sedih sedih saja
Dengan itu semua aku merasa menjadi manusia biasa, manusia yang diberi kelengkapan rasa. Rasa senang, sedih, gundah, ragu, cinta … semua aku terima dan syukuri sebagai anugerah Tuhan padaku.
17.30 WIB Adzan sudah mengalun di telingaku. Bus sudah berhenti di Terminal Arjosari. Sekilas, teringat di sudut terminal itu, aku pernah menanti kedatangan polisi yang kencani tiga tahun lalu. Ah, masa-masa yang indah …
Tapi gue nggak mau berlama-lama menikmati nostalgia itu, ntar disebut banci terminal lagi ama orang yang “sirik” ama gue …
Langsung loncat ke bemo ADL, jurusan Arjosari-Dinoyo-Landungsari.
Dari Dinoyo, ada cowok, brondong, gile ganteng banget yak … duduk pas disebelahku. Wanginya tersebar di seluruh syaraf-syaraf penciumanku. Mengirimnya ke otakku. Wangi yang maskulin … hmm aku nggak bisa deteksi wangi merek apa ini, secara aku bukan pengoleksi parfum. Tapi kalo minyak nyongnyong produksi Ampel gue pasti apal banget. Kepalaku pasti pusing tiap kali bersentuhan dengan aroma parfum itu. Seganteng dan sebesar apapun dia punya k3nti, kalo pake nyongnyong, aku pasti langsung menolaknya !!!!
Kuperhatikan, hmm hidungnya mbangir (jawa=mancung), lengannya berisi dan wajahnya … hmm kalo dia ngaku indo mungkin akan banyak yang percaya. Bemo udah nyampe di depan musium, mau pencet bel kog sayang ya, aku masih pengen berdempetan dengan cowok ini. Tapi kalo mau peres-peres, ogah, tujuan kali ini kan mau nyekar, bukan mau peres-peres lekong, bo’.
Pas di jalan Ijen baru aku pencet aja belnya.
Teeeeeeeetttttttt ….
Ih, hari gini belnya masih juga tet ya bunyinya.

“Kiri Mas …”
Bemo langsung dihentikan di kiri jalan, pas di depan rumah gede. Rumah mantan mener-mener Belanda. Nggak Ge-eR, kayaknya seisi bemo pada mantengin gue saat gue turun dari bemo.
Hahahaha … gue baru sadar, mungkin dikiranya rumah gue disini, di rumah gedongan gede ini. Walah, kalian semua salah! Saudara-saudara gue itu nggak ada yang kaya raya. Semua hidup sederhana, malah kalo di rangking dari nilai 1(paling miskin) sampai dengan nilai 10 (paling kaya), nilainya cuman 3. Tapi gue harus salut, walau miskin, mereka punya pekerjaan sendiri, punya martabat dan tidak menggantungkan nasibnya pada orang lain. Mungkin itu nilai-nilai yang ditanamkan pada keluargaku, mulai dari buyut.

****
Masih inget petuah nenek gue,”Hidup boleh melarat (miskin), tapi harus tetap bermartabat. Karena Cuma itu yang kita punyai. Harga Diri”
Pernah gue bilang, “tapi hidup melarat kan nggak enak, Nek”
Nenekku Cuma senyum,”Cung, kabeh wis onok dalane dewe-dewe”. Artinya semua sudah ada suratannya, suratan nasib.
Gue masih nggak puas,”Trus apa yang dibanggakan dengan jadi miskin?”
Masih tidur di pangkuannya, nenek belai rambutku,”Cung, wong melarat iku luwih cedek karo Gusti Allah”
Artinya,”orang miskin itu lebih dekat dengan Tuhan”
Saat itu, Gue nggak ngerti maknanya. Yang gue ngerti, melarat itu nggak enak, nggak bisa beli mainan robot-robotan elektrik kayak punya tetanggaku. Nggak bisa beli mobil-mobilan sama remote kontrol kayak punya temanku yang anak seorang kolonel.
Jadi kalau masa kecil aku Cuma bisa mainan mobil-mobilan dari kulit jeruk madiun yang dibelah … digeret kesana kemari … itu sudah membanggakan. Atau main tanah liat yang dibikin patung-patungan. Cari kembang enceng gondok, pasar-pasaran, main bola, renang di kali (sungai) yang airnya kotor.
Tapi aku nggak boleh main yang kotor-kotor, ntar jatuh sakit. Aku nggak boleh sepakbola, ntar kepala kena bola pasti jadi kopyor …
Alhasil …
Gue cukup menikmati main bekel. (hahahahah … keren banget, sekarang masih penget nyoba tuh … Bolanya seksi sekali, sayang Cuma satu bolanya … kalo dua sih jadi lain cara mainnya)
Gue mahir mainkan jarum kruistik. Awalnya ngikutin sang bunda yang nyoblosin benang ke dalam kotak-kotak yang tersusun jadi gambar bunga, rumah atau burung. Hah … Burung? Kalo masih inget sih, sulaman pertamaku bentuknya nggak jelas. Bola enggak burung enggak. Pasnya gambar k3nti kali, perpaduan antara burung dan bola …
Nah … itu mungkin pertanda gue mulai jadi “begini”
Hmmm mengenang masa-masa kecil itu, serasa indah sekaligus menyedihkan. Nggak papa, bagaimanapun juga itu adalah masa-masa yang memang harus gue lewatin. Nggak perlu ada yang harus disesali …
Sekarang gue baru nyadar ucapan nenek gue bahwa Miskin itu dekat dengan Tuhan.

Artinya dalem banget, dan itu baru aku sadari beberapa tahun setelah nenekku meninggal dunia.
Begini, dengan menjadi miskin, tak ada sesuatupun yang bisa kita sandarkan selain kepada Tuhan. Mau banggakan kekayaan, kita tak punya. Mau banggakan jabatan, jabatan siapa buk, dapet kerja dengan gaji pas-pasan aja sudah beruntung sekali. Mau banggakan saudara … seua saudara juga sama-sama menderita.
Akhirnya … hanya Allah, hanya Tuhan tempat kami, orang-orang miskin bersandar. Dan aku merasakan sekali itu, saat sekarang harus meniti karier di tempat kerjaku. Tak ada saudara yang punya jabatan disini, tak ada uang lebih untuk melancarkan jabatan. Hanya satu landasanku …semua sudah ada yang mengatur, semua sudah ada waktunya. Jadi aku lebih ikhlas dalam menjalani kehidupan ini.
Jika ada yang menghina, biarlah … gue nggak pantes bales dia. Kita lihat aja, balasan Tuhan pasti lebih pedih buat dia.

Maka, walau tak terlalu religius, larut dalam kewajiban-kewajiban agamaku, satu hal aku hanya ingin menjadi orang baik saja. Tidak mengambil hak orang, tidak menyakiti hati orang, tidak menghina orang.

Berhasilkah?

Hahaha … ternyata susah ya jadi orang baik seperti yang kuinginkan. Gue cuman manusia biasa, yang kadang sirik juga ngelihat kesuksesan orang, gue sesekali juga pengen mengambil hak (suami) orang … Astagfirullah …

***

Turun depan musium kota Malang. Hmm … dinginnya kota Malang emang nggak sedingin beberapa tahun yang lalu. Mungkin kena imbas Global Warming juga yah. Sekarang terlalu banyak gedung-gedung bertingkat.

Jalan lurus terus menuju rumah saudaraku di Mbareng Kulon, belakang masjid, yang lewat gang-gang sempit. Kontras banget sama perumahan di jalan Ijen tadi.

Disambut Pakde plus budeku dengan hangat. Aku segera istirahat di bekas kamar nenekku. Kosong. Aromanya masih melekat. Bau minyak Pak Pung Oil (PPO).

Sholat Isya … terisak sendiri, saat inget … bahwa aku belum sempat menyenangkan nenekku yang telah bayak memberikan aku wejangan hidup. Kebayang, betapa dia sangat repot-repot sekali kalo aku datang bertamu. Segelas kop pahit kesukaanku nggak pernah absen. Belum lagi, pagi-pagi begitu buka mata sudah disiapkan nasi pecel yang lekerrrr banget. Menjelang magrib, biasanya dia siapkan air panas buat aku mandi.

Sekarang … semua sudah nggak ada. Jadi aku lebih mandiri. Bikin kopi sendiri, pagi nyari makan sendiri. Nggak enak kalo harus merepotkan tuan rumah.

----

Hari ke – Lima .
Bangun-bangun udah siang. Jam 09.00. walah, enak banget gue tidurnya. Mungkin kecapekan selama di bus kenarin. Malem nggak sempat ke Alun-alun … ada hujan rintik-rintik juga.
Kubuka tasku, hapeku ada gambar kotak surat. SMS!
Dari AB,”Jadi ketemuan, dimana?”
O iya, sebenarnya ada ketemuan sama temen di malang, dari CG. Semalam janjian di Sarinah, tapi nggak jadi.
“Lo dateng aja ke rumah pakdeku, jl. Mbareng XXXXXX. Sekarang”
“OK”
hahaha … gue tahu, rumah dia dekat banget sama rumah pakdeku ini. Tepatnya di kampung belakangnya.
Rumah lagi sepi, Pakdeku kerja, sementara bude ke pasar.
Menurutku “asik-asik” sebentar aja kan beres toh.
Gue cepet-cepet mandi, persiapan menerima “tamu”.
“Salam lekom”
“Lekom salam”
Ku buka pintu, hmm .. nice!
“AB”
“Arik”
Masih muda, kira-kira 24 tahunan, dengan wajah khas Malang, sekilas kayak Hengki Kurniawan (do’I kan anak Malang juga kan, Blitar tepatnya).
“Kog sepi, mas …”
“Iya, pada kerja tuh …”
Bla bla bla … Ab oke juga. Wawasannya luas. Dia masih menempuh kuliah di Univ. Muhammadiyah. Yang gue salut, dia udah open sama keluarganya bahwa dia gay. Bahwa dia ada keinginan mo ke Aussi selepas kuliahnya bersama pacar mayanya, Brett, warga Sydney. Hmm … kayaknya naib dia lebih beruntung. Masih muda dia sudah ada tujuan yang pasti dalam hidupnya. Nggak ngambang.
Gue bikinin tea panas.
Beberapa saat, hapeku bunyi … ada sms masuk.
“Bentar ya …” aku segera masuk kamar.
Waduh, sms dari Mario, pacar kayalanku,”boleh call sekarang?”
Sebenarnya nggak sopan, lha wong gue kan ada tamu, tapi nggak apa deh aku terima, wong aku juga kangen dengar suranya yang berat dan seksi.
“Boleh. Sekarang ya …”
Kupasang headset di telingaku.
Blalalalalala …. Blalala … ngobrol sama Mario yang katanya sedang sepi dikantornya.
OH MY God … saking asiknya gue lupa, ada AB di ruang tamu.
Segera gue balik menuju ruang tamu. Ups … ternyata AB sudah dibelakangku.
Sejak kapan dia “lancang” nyusul aku ke kamar nenekku.
Tangan AB nakal … mulai gerayangi pahaku. Uhhh … ini kan lagi nelpon, AB sayang. Tapi dia nggak peduli. Aku juga nggak peduli saat dia mulai buka celanaku.
Kutatap matanya … mesum. Nampaknya dia ingin segera dituntaskan nafsunya siang ini. Kulirik jam, hmm … budeku pasti masih lama.
Ku lorotkan celana jeansnya. Gundukan tebalnya sudah terpampang di depan mataku. Kumainkan jari-jariku di luar celana dalamnya yang putih. AB menggeliat, sementara mulutnya mulai serobot putingku.
Ku kode agar dia tidak mengeluarkan suranya. Ntar kedengeran sama AB.
Kurasakan snetuhn bibirnya pas sekali menggigit-gigit permukaan putingku. Sungguh konsentrasi gue pecah. Dengerin Rio ngobrol sambil menikmati sentuhan geligi AB.
Sesekali nafasku tercekik, saat balas omongan Rio, sementara tingkah AB makin tak terkendali. Kentinya merojok-rojok kentiku. Dua kenti berusaha saling dulu mendului. Terasa nikmat sekali.
Sadar dengan keterbatasan posisi, kuambil handbody di sisi kiri kasur. VIVA Hand and Body Lotion, without Whitening! Sumpeh hingga kini gue trauma sama produk pemutih kalo buat acara coli mencoli.
Kuraih tangan AB, kukucuri dengan beberapa tetes handbody. Sementara tangankupun telah basah oleh mazi yang keluar dari ujung k3nti AB. Bening. Aromanya cemara. Segar.
Nafas AB sudah mendesah-desah … pertanda mau keluar!
Aku masih diem, menikmati kocokan tangan Ab di k3ntiku. Nikmat sekali.
AB melenguh panjang … saat pejuhnya muncrat di pusarku. Banyak sekali. Diciumnya bibirku. Deepest kisses! Smelt Good.
“Ada suara apa tuh Rik … anak siapa nangis?” tanya Rio.
“Eeehh .. ii-tt-uu … aa-nn-aa-kkkkk ttt-ee-ee—ttta- nnn---gga … aduh …”
Akupun muncrat dalam pelukan AB.
Thanks AB, you have a wonderfull hand that make me screm … ah a .. au …
Nafasku masih tak teratur … mencoba menstabilkan nafasku yang seolah habis lari jarak 10 kilometer.
AB terlihat sibuk bersihkan sisa-sisa air kenikmatan yag menempel kemana-mana. Kentinya nampak indah, lemas, gede tergantung loyo seolah ucapkan terima kasih … hihihihih …
“Kog lo mendesah gitu sih Rik?” Rio nanya.
“Aduh … sori yo mas … aku habis coli”, bohongku.
“Kog nggak ngajak-ngajak sih?”
HA ?
Kayaknya gue belum siap ngajak dia coli bareng walau Cuma lewat telpon. Masalahnya aku inin menjadikan dia sebagai someone spesial, jadi nggak perlulah nge-sex secara terburu-buru. Biasanya setelah nge-sekpun aku jadi bosan dengannya.
No-No-No … gue masih pengen merasakan jatuh cinta ini sama kamu, Rio.

Kenangan di Kost-an

Sore itu cuaca begitu buruk, langit tampak gelap dengan gerimis yang mulai turun. Aku sendiri bete banget di kost-kost-an, sepi. Pak Hendry bapak kostku masih di kantor, ibu kost ngurusin bisnisnya di luar kota dan kedua anak ibu kost kuliah di Jakarta, itu pula yang mungkin menjadi alasan mereka mau 'menampung' aku, 'dari pada sepi'. Yang kost di rumah ini memang hanya aku sendiri, jadi sudah seperti keluarga.
Aku sendiri masih duduk di bangku SMA kelas 2. Tapi karena kebetulan jarak sekolahku lumayan jauh, aku disuruh kost. Pak Hendry sendiri adalah kenalan Bapakku. "Bi, masak apa hari ini..?" dari pada menganggur, kuhampiri Bi Onah di dapur. "Eh, Den Tito, biasa Den.. gulai kambing kesukaannya Tuan Hendry." "Wiih asiik Tito juga suka! Apalagi kalo Bibi yang masak, hmm.. enggak ada duanya Bi!" Si Bibi hanya tersenyum. "Tito bantuin ya?" "Aduh enggak usah, Den! Inikan kerjaannya cewek.." "Kata siapa, Bi. Sekarang mah udah berubah, enggak ada lagi perbedaan kayak gitu. Buktinya direstoran-restoran terkenal kebanyakan tukang masaknya cowok!" "Tapi, Den.." "Udah, enggak apa-apa Bi, dari pada bengong. Sekarang mana yang bisa Tito bantu?" Akhirnya si Bibi nyerah juga.
Aku bantuin apa saja sebisaku, motong-motong daging, menggoreng bumbu, wah ternyata asyik juga. "Ada koki baru, nih?" tiba-tiba terdengar suara berat di belakangku, aku menengok, ternyata Pak Hendry. "Eh, Bapak..!" aku jadi malu sendiri, "Dari pada bengong nih Pak, apalagi tadi bete banget!" Pak Hendry hanya tersenyum. "Pakaian Bapak kok basah semua?" "Tadi mobilnya mogok di tengah jalan, ya udah mau enggak mau kudu hujan-hujanan.." Aku terus menatap tubuh Pak Hendry. Dalam pakaian basah seperti itu jelas sekali terlihat bentuk tubuhnya. Di usia kepala empat, Pak Hendry memang masih kelihatan gagah dan kekar. Aku sedikit berdesir melihat tonjolan besar di balik celananya. "Mandi dulu Tuan, nanti masuk angin.." si Bibi tiba-tiba menyela dari belakang. "Iya Pak, lagian Ibu lagi enggak ada, entar siapa yang ngerokin!" "Kan ada kamu!" Pak Hendry tertawa mendengar gurauanku, tetapi kemudian ia segera berlalu ke kamar mandi. Tak lama terdengar suara guyuran air. Tiba-tiba aku membayangkan bagaimana keadaan Pak Hendry waktu bugil, memikirkan itu kontolku langsung mengeras. Malam itu sama sekali aku tidak dapat tidur. Entah kenapa tubuh Pak Hendry yang basah terus terbayang di mataku. Busyet! Kenapa jadi begini? Untung acara TV malam itu lumayan bagus, jadi aku dapat sedikit mengesampingkannya. "Belum ngantuk, To?" Aduh, suara itu lagi. "Eh, belum Pak..!" Aku sedikit gerogi ketika Pak Hendry duduk di pinggirku, padahal dulu-dulu tidak seperti ini. "Acaranya bagus?" Pak Hendry menatapku, oh Tuhan matanya begitu teduh. "Lumayan Pak, buat nyepetin mata yang enggak bisa di ajak kompromi.." Sesaat suasana hening. "Bapak juga kok enggak tidur..?" kucoba memecahkan suasana, "Kangen Ibu, ya?" Pak Hendry tersenyum.
"Saya sudah biasa di tinggal istri, To.." "Sorry, Pak.." Aku jadi merasa tidak enak sendiri. Malam semakin larut dan udara makin terasa dingin, dan kami masih asyik nonton TV, walaupun pikiran saya tidak tertuju kesana. "To, Kepala saya agak pusing.., mau enggak kamu pijitin kepala saya..?" Aduh saya benar-benar tidak tahu harus berbuat seperti apa. Pak Hendry terus menatapku. "I.., iya Pak..!" ujarku sedikit gugup. Aku kemudian berdiri. "Mau kemana?" "Mijitin kepala Bapak.." "Udah kamu duduk disitu aja.." Tanganku ditariknya kembali ke kursi panjang. Sungguh aku tak mengerti. Aku kemudian duduk kembali dan tiba-tiba Pak Hendry merebahkan kepalanya di pangkuanku. Sungguh saat itu aku tidak dapat mengendalikan lagi denyut jantungku. "Di sini, To.." Pak Hendry memegang tanganku dan kemudian diletakkan di keningnya. Untuk sesaat aku terpaku dan kemudian dengan sedikit gemetar memijat keningnya. Kulihat Pak Hendry memejamkan matanya. Dengan takut dan ragu-ragu kuperhatikan wajahnya. Sungguh sangat sempurna. Alis yang rimbun, hidung yang bangir, kumis tebal dan kaku, dagu yang terbelah.., oh Tuhan aku nyaris tak dapat mengendalikan diri. "Oh, Nikmat sekali, To.." Pak Hendry mendesaah perlahan. "Aku jadi ngantuk, boleh tidur disini dulu enggak? Entar kalau acaranya selesai, bangunkan ya!" "Ya, Pak.." Entah mimpi apa aku semalam bisa berduaan seperti ini dengan Pak Hendry. Aku tidak akan menyia-nyiakannya. Tetapi kulihat Pak Hendry tidak juga memejamkan matanya.
"Kenapa, Pak? Katanya mau tidur?" Pak Hendry terus menatapku, aku jadi salah tingkah. "Aku teringat, Diko. Sudah 5 bulan aku tidak ketemu dengannya." "Dia kan sedang kuliah, Pak.." "Waktu kecil dia selalu kupangku seperti ini sambil kubelai rambutnya. Tak terasa anak-anak begitu cepat besar." Kulihat mata Pak Hendry menerawang. "Waktu mereka masih ada, aku tak begitu merasa kesepian seperti sekarang, tapi ya begitulah tugas orang tua, memang cuma membesarkan dan mendidik anak, setelah itu.. Aku bersyukur ketika kemudian kamu kost disini, setidaknya rumah ini tidak begitu sepi lagi." Aku begitu terharu mendengar kata-kata Pak Hendry, begitu menyentuh. Dan tak terasa tanganku bukan lagi memijat, tapi telah membelai rambut Pak Hendry. Pak Hendry memejamkan matanya sepertinya ia menikmati semuanya. "Semua orang tua mungkin pernah merasakan hal yang sama seperti Bapak.." aku mencoba menghibur, "Dan kalau Bapak mau, saya siap untuk menjadi teman bicara Bapak, kapan saja, asal Bapak tidak merasa kesepian.." Pak Hendry membuka matanya.
Dipegangnya tanganku. "Sungguh..?" Aku menganggukan kepalaku. Pak Hendry tersenyum, kemudian ia mencium tanganku. "Thanks.." katanya manis. Ya Tuhan, dadaku seakan mau meledak merasakan hangatnya bibir Pak Hendry disertai gesekan kumisnya di tanganku. Aku bingung harus berbuat apa. Pak Hendry tersenyum melihatku, kemudian ia meletakan tanganku di pipinya. Sejenak aku terpaku. Perlahan kemudian kubelai pipinya yang kasar. Pak Hendry memejamkan matanya. Aku terus membelainya, merasakan jambangnya yang belum dicukur. Aku penasaran sekali dengan kumisnya. "Kumis Bapak bagus.." "Kamu suka..?" "Ya, kelihatannya gagah.." Dengan ragu kubelai kumis Pak Hendry. Ia tetap diam seperti sedang menikmati semuanya. Bibirnya tampak sedikit merekah, begitu indah dan merangsang, serasi sekali dengan kumisnya yang tebal. Aku sudah tak dapat menahan diri lagi. Perlahan kubelai bibir itu dengan gemetar. Sebenarnya aku takut dianggap tidak sopan, tapi kulihat Pak Hendry tidak ada reaksi apa-apa. Aku semakin berani. Pak Hendry kulihat semakin membuka bibirnya dan tanpa kuduga, tiba-tiba ia mencium jariku dan kemudian menghisapnya dengan perlahan. Aku begitu terpana. Matanya terbuka, ia tersenyum manis kemudian bangkit dari pangkuanku.
Dipegangnya bahuku. "Aku ingin tidur bersama kamu.." Direbahkannya tubuhku di kursi yang sempit. Ia kemudian ikut tidur sambil memeluk tubuhku. Aku teramat merasakan kepadatan tubuhnya yang membuatku semakin nafsu. Ia membelai rambutku. Aku tatap matanya, ia tersenyum, didekatkan kepalanya dan tiba-tiba ia mencium bibirku. Lembuut sekali. Aku memejamkan mata meresapi sensasi yang begitu indah. Ketika kubuka mataku ia sedang menatap wajahku, kemudian dielusnya pipiku, alisku, bibirku, dan kemudian ia menciumku lagi lebih lama. Bibirnya terasa manis, kurasakan lidahnya menelusup di rongga mulutku. Aku merasakan nikmat yang amat sangat, apalagi kumisnya begitu kasar. Kucengkeram punggungnya dengan kuat, nafasku semakin memburu. Pak Hendry benar-benar ahli, aku yang baru pertama kali mengalaminya seperti orang meriang. Pak Hendry tiba-tiba melepaskan ciumannya, ia menatapku dengan mesra. "Kamu menyukainya, To..?" Ya ampun.., kenapa dia harus bertanya seperti itu, sementara nafsuku semakin membuncah. Aku menganggukan kepala seraya membelai lehernya. "Ini yang pertama, Pak.." Aku mendekatkan lagi bibirku dan dengan ganas kembali kulumat bibir jantannya. Kutindih tubuhnya dengan nafsu. "Jangan disini, To.." Aku menghentikan aksiku. Pak Hendry bangkit. Dimatikannya TV, kemudian ia mencium keningku sebelum membopongku ke kamarnya. Aku terpekik sejenak, tapi langsung kupeluk leher Pak Hendry sambil kucium dadanya.
Pak Hendry tertawa kecil. Sesampainya di kamar, dengan perlahan direbahkannya tubuhku. Sambil menindihku Pak Hendry terus menatap mataku dengan mesra, aku sampai tersipu. Kupeluk tubuhnya sambil kugigit lehernya, Pak Hendry sampai terpekik. "Wah, kamu mirip drakula.." Pak Hendry terus menggodaku. "Tapi drakula amatir.." balasku. Pak Hendry tersenyum. Dipijatnya hidungku. "Nih kalau yang profesional!" Tiba-tiba Pak Hendry telah mencium leherku dengan gigitan-gigitan kecilnya. Aku terlonjak, geli tapi nikmat, apalagi kumisnya terasa sekali menusuk-nusuk leherku. Aku mengerang sambil menjambak rambutnya. Aku benar-benar tak kuat. Kakiku langsung kubelitkan di tubuhnya sambil menggeliat-geliat dengan liar. Pak Hendry semakin bernafsu. Kini ia telah membuka bajuku, dijilatinya dadaku. Aku menjerit, benar-benar sensasi baru yang teramat indah. Aku semakin mempererat pelukanku, apalagi saat Pak Hendry mengulum puting susuku, tubuhku sampai melengkung menahan kenikmatannya. "Pak Hendry, oohh.." Pak Hendry seperti tidak perduli dengan keadaanku, ia semakin buas. Tak lama kemudian tubuhku telah telanjang bulat, dan ia benar-benar membuatku tak berkutik. Ketika ia membuka bajunya, aku benar-benar terpana melihat tubuhnya yang masih berotot dengan bulu-bulu yang membelukar, membuatku semakin tak kuat, apalagi saat ia membuka celana dalamnya, oh.., batang kejantanannya begitu besar dan kaku. Aku sampai ngeri sendiri. Ia kembali menghampiriku dengan nafasnya yang memburu. Aku menyambutnya, kupeluk tubuhnya yang besar. Kubelai punggungnya sambil kuresapi ciumannya. Tangannya begitu nakal, dibelainya pahaku secara perlahan, dan kemudian bergeser ke arah batang kontolku yang tidak begitu besar.
Aku pun tidak mau kalah, kuremas kejantanannya yang seperti pentungan hansip, Pak Hendry mendesah. Aku kemudian melepaskan diri dari pelukannya. Kuciumi batang kejantanan yang begitu gagah, desahan Pak Hendry makin keras. Di ujung kejantanannya yang hitam terlihat mulai keluar cairan bening, aku langsung menjilatinya, terasa asin tapi nikmat. Setelah itu langsung kukulum batangnya. "Ohh.. nikmat sekali, To! Terus, To!" Pak Hendry mencengkram kepalaku. Aku semakin bersemangat, terus kukulum kejantanan itu sambil kumainkan lidahku di ujungnya, dan terkadang kugigit pelan karena gemas. kontol Pak Hendry begitu perkasa. Pak Hendry terus mencengkram kepalaku. Bosan dengan itu kuciumi lipatan paha Pak Hendry, ooh.. terasa sekali bau kelelakiannya. Lama juga aku bermain di situ, kemudian pelirnya kucium dan kukulum, sementara tanganku bermain di anusnya yang dipenuhi bulu. Aku mencoba memasukkan telunjukku, terasa sulit, tapi lama-lama bisa juga. "Terus, to.. oh.., nikmat sekali.." Pak Hendry semakin menggelinjang. Kemudian kubalikkan tubuh Pak Hendry. Kubelai pantatnya yang gempal, kucium dan terkadang kugigit. Oh.. nikmat sekali. Perlahan kubuka bongkahan pantatnya, kemudian kusibakkan bulu-bulunya yang lebat, terlihat anusnya yang mungil kemerahan seakan menantangku untuk mengulumnya.
Langsung saja kujilati anusnya, desahan Pak Hendry terdengar semakin keras, apalagi saat lidahku masuk ke lubangnya dan kemudian menghisapnya. Anusnya terasa harum sekali, sungguh aku sangat menyukainya. "Oh.., Titon, Bapak enggak kuat lagi.." Tiba-tiba Pak Hendry membalikkan tubuhnya, dan kemudian membantingku ke kasur. Diciumnya leherku dengan ganas. "Boleh, Bapak ngentot kamu..?" ia menatapku dengan harap. Aku menganggukan kepalaku. Pak Hendry langsung berdiri, kemudian ia menundukkan kepalanya di selangkanganku, kakiku ditariknya dan kemudian dijilatinya anusku. Oh Tuhan nikmat sekali, apalagi kumisnya kuat sekali menggesek-gesek kulitku. Tak lama ia mengangkat kakiku, kemudian diletakkannya di pundaknya, batang kejantanannya terasa sekali menyentuh anusku. Sesaat aku merasa ngeri membayangkan batang kejantanan Pak Hendry yang besar membobol anusku yang kecil, tapi nafsu telah mengalahkan segalanya. Pak Hendry sendiri tampaknya kesulitan memasukkan kejantanannya. Ia kemudian memakai ludahnya untuk dijadikan pelumas, tak lama batang itu mulai masuk, aku menjerit kesakitan. "Tahan dulu Sayang, Nanti juga tidak sakit.." Aku menganggukan kepalaku. Batang kejantanan Pak Hendry makin masuk dan aku makin kesakitan. Pak Hendry kemudian menciumbibirku sambil terus memasukkan kontolnya. Ketika semuanya telah masuk, jeritanku semakin keras. Kemudian kugigit lehernya.
Aku menangis kesakitan. Pak Hendry diam sejenak, mencium bibirku, menjilati leherku dan mengulum telingaku. Sejenak aku melupakan rasa sakit itu. Ketika aku tidak menjerit lagi, ia mulai menggerakan batang kejantanannya. Kembali aku menangis kesakitan. "Sabar Sayang.., nanti juga kau akan merasakan nikmat.." Pak Hendry berusaha menghiburku sambil terus memberiku rangsangan-rangsangan. Memang benar apa yang dikatakan Pak Hendry, lama-lama aku merasakan nikmat juga. Perlahan kuimbangi gerakan Pak Hendry sambil kubelai punggungnya yang liat. Keringat Pak Hendry tampak sudah membanjir. "Terus Pak.., terus..!" Aku semakin merasa keenakan. Kupeluk tubuh Pak Hendry makin erat, kucium ketiaknya dan kugigit lengannya. "Oh.., anusmu nikmat sekali, Sayang.." Gerakan Pak Hendry semakin liar, digigitnya leher dan dadaku hingga membekaskan noda merah. Terasa sekali batang kejantanannya dengan kuat menyodok-nyodok anusku. "Gimana Sayang.., apakah masih merasa sakit..?" "Enggak Pak, nikmat sekali.." Kugigit puting Pak Hendry yang berwarna kemerahan. Kusedot-sedot hingga gerakan Pak Hendry semakin cepat. Pantatnya yang gempal kembali kubelai, kuremas dan kubelai bulu kontolnya sambil memainkan anusnya. Sesekali jariku menusuk-nusuk anusnya. "Aku tak kuat lagi Tito.." Tubuh Pak Hendry tampak gemetar, kemudian ia memelukku dengan erat sambil menggigit dadaku. Dan kurasakan denyutan keras di anusku disertai semburan hangat. Ketika semuanya reda, Pak Hendry tetap memelukku, kubelai dan kuseka keringat di wajahnya. Kemudian kembali kubelai rambutnya.
Pak Hendry memejamkan matanya. "Terima kasih Sayang, aku puas sekali..!" Diremasnya pundakku tanpa membuka matanya. "Kamu ingin juga dikeluarkan..?" tiba-tiba Pak Hendryi membuka matanya dan menatapku. Aku menggelengkan kepala, "Enggak usah sekarang, Pak.." aku tersenyum, "Aku hanya ingin membahagiakan Bapak.." Pak Hendry kemudian mencium pipiku dengan mesra. "Lebih menyenangkan memeluk Bapak seperti ini.." Kembali kurengkuh tubuh itu dengan kuat, kubelai sampai kemudian Pak Hendry tidur di dadaku. Oh.., bahagia sekali rasanya hatiku, dan ini bukan mimpi. Kami terus melakukan hal itu sampai saya lulus dari SMA, dan kemudian kuliah di luar kota. Sejak itulah kami jarang bertemu, tapi saya akan terus mengingat Pak Hendry, karena saya amat mencintainya. Dan entah mengapa sejak saat itu saya lebih bernafsu dengan melihat tubuh cowok yang lebih dewasa atau bapak-bapak.