BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Kamis, 04 Juni 2009

Bapak Semangku

Pagi itu kulihat Oom Pram sedang merapikan tanaman di kebun, dipangkasnya daun-daun yang mencuat tidak beraturan dengan gunting. Kutatap wajahnya dari balik kaca gelap jendela kamarku. Belum terlalu tua, umurnya kutaksir belum mencapai usia 50 tahun, tubuhnya masih kekar wajahnya segar dan cukup tampan. Rambut dan kumisnya beberapa sudah terselip uban. Hari itu memang aku masih tergeletak di kamar kostku. Sejak kemarin aku tidak kuliah karena terserang flu. Jendela kamarku yang berkaca gelap dan menghadap ke taman samping rumah membuatku merasa asri melihat hijau taman, apalagi di sana ada seorang laki-lai setengah baya yang sering kukagumi. Memang usiaku saat itu baru menginjak dua puluh satu tahun dan aku masih duduk di semester enam di fakultasku dan sudah punya pacar yang selalu rajin mengunjungiku di malam minggu. Toh tidak ada halangan apapun kalau aku menyukai laki-laki yang jauh di atas umurku.

Tiba-tiba ia memandang ke arahku, jantungku berdegup keras. Tidak, dia tidak melihaku dari luar sana. Oom Pram mengenakan kaos singlet dan celana pendek, dari pangkal lengannya terlihat seburat ototnya yang masih kecang. Hari memang masih pagi sekitar jam 9:00, teman sekamar kostku telah berangkat sejak jam 6:00 tadi pagi demikian pula penghuni rumah lainnya, temasuk Tante Pram istrinya yang karyawati perusahaan perbankan.

Memang Oom Pram sejak 5 bulan terakhir terkena PHK dengan pesangon yang konon cukup besar, karena penciutan perusahaannya. Sehingga kegiatannya lebih banyak di rumah. Bahkan tak jarang dia yang menyiapkan sarapan pagi untuk kami semua anak kost-nya. Yaitu roti dan selai disertai susu panas. Kedua anaknya sudah kuliah di luar kota. Kami anak kost yang terdiri dari 6 orang mahasiswi sangat akrab dengan induk semang. Mereka memperlakukan kami seperti anaknya. Walaupun biaya indekost-nya tidak terbilang murah, tetapi kami menyukainya karena kami seperti di rumah sendiri. Oom Pram telah selesai mengurus tamannya, ia segera hilang dari pemandanganku, ah seandainya dia ke kamarku dan mau memijitku, aku pasti akan senang, aku lebih membutuhkan kasih sayang dan perhatian dari obat-obatan. Biasanya ibuku yang yang mengurusku dari dibuatkan bubur sampai memijit-mijit badanku. Ah.. andaikan Oom Pram yang melakukannya...

Kupejamkan mataku, kunikmati lamunanku sampai kudengar suara siulan dan suara air dari kamar mandi. Pasti Oom Pram sedang mandi, kubayangkan tubuhnya tanpa baju di kamar mandi, lamunanku berkembang menjadi makin hangat, hatiku hangat, kupejamkan mataku ketika aku diciumnya dalam lamunan, oh indahnya. Lamunanku terhenti ketika tiba-tiba ada suara ketukan di pintu kamarku, segera kutarik selimut yang sudah terserak di sampingku. "Masuk..!" kataku. Tak berapa lama kulihat Oom Pram sudah berada di ambang pintu masih mengenakan baju mandi. Senyumnya mengambang "Bagaimana Edo? Ada kemajuan..?" dia duduk di pinggir ranjangku, tangannya diulurkan ke arah keningku. Aku hanya mengangguk lemah. Walaupun jantungku berdetak keras, aku mencoba membalas senyumnya. Kemudian tangannya beralih memegang tangan kiriku dan mulai memjit-mijit.

"Edo mau dibikinkan susu panas?" tanyanya.
"Terima kasih Oom, Edo sudah sarapan tadi," balasku.
"Enak dipijit seperti ini?" aku mengangguk. Dia masih memijit dari tangan yang kiri kemudian beralih ke tangan kanan, kemudian ke pundakku. Ketika pijitannya berpindah ke kakiku aku masih diam saja, karena aku menyukai pijitannya yang lembut, disamping menimbulkan rasa nyaman juga menaikkan birahiku. Disingkirkannya selimut yang membungkus kakiku, sehingga betis dan pahaku yang kuning langsat terbuka, bahkan ternyata sarungku agak terangkat ke atas mendekati pangkal paha, aku tidak mencoba membetulkannya, aku pura-pura tidak tahu.

"Edo kakimu mulus sekali ya."
"Ah.. Oom bisa aja, kan kulit Tante lebih mulus lagi," balasku sekenanya.
Tangannya masih memijit kakiku dari bawah ke atas berulang-ulang. Lama-lama kurasakan tangannya tidak lagi memijit tetapi mengelus dan mengusap pahaku, aku diam saja, aku menikmatinya, birahiku makin lama makin bangkit.
"Edo, Oom jadi terangsang, gimana nih?" suaranya terdengar kalem tanpa emosi.
"Jangan Oom, nanti Tante marah.."
Mulutku menolak tapi wajah dan tubuhku bekata lain, dan aku yakin Oom Pram sebagai laki-laki sudah matang dapat membaca bahasa tubuhku. Aku menggelinjang ketika jari tangannya mulai menggosok pangkal paha dekat kontolku yang terbungkus CD. Dan... astaga! ternyata dibalik baju mandinya Oom Pram tidak mengenakan celana dalam sehingga kontolnya yang membesar dan tegak, keluar belahan baju mandinya tanpa disadarinya. Nafasku sesak melihat benda yang berdiri keras penuh dengan tonjolan otot di sekelilingnya dan kepala yang licin mengkilat. Ingin rasanya aku memegang dan mengelusnya. Tetapi kutahan hasratku itu, rasa maluku masih mengalahkan nafsuku.

Oom Pram membungkuk menciumku, kurasakan bibirnya yang hangat menyentuh bibirku dengan lembut. Kehangatan menjalar ke lubuk hatiku dan ketika kurasakan lidahnya mencari-cari lidahku dan maka kusambut dengan lidahku pula, aku melayani hisapan-hisapannya dengan penuh gairah. Separuh tubuhnya sudah menindih tubuhku, kontolnya menempel di pahaku sedangkan tangan kirinya telah berpindah ke dada dan putting tetekku. Dia meremas dadaku dengan lembut dan memelintir putting kecil itu sambil menghisap bibirku. Tanpa canggung lagi kurengkuh tubuhnya, kuusap punggungnya dan terus ke bawah ke arah pahanya yang penuh ditumbuhi rambut. Dadaku berdesir enak sekali, tangannya sudah menyelusup ke balik kaosku, remasan jarinya sangat ahli, kadang putingku dipelintir sehingga menimbulkan sensasi yang luar biasa.

Nafasku makin memburu ketika dia melepas ciumannya. Kutatap wajahnya, aku kecewa, tapi dia tersenyum dibelainya wajahku.
"Edo kau tampan sekali.." dia memujaku.
"Aku ingin menyetubuhimu, tapi apakah kamu mau..?" aku mengangguk lemah.
Memang kuakui hastar ketertarikanku pada pria, apalagi yang usianya lebih tua dariku, muncul sejak aku membaca artikel-artikel di koran dan majalah.
Sedangkan kebutuhan seksku selama ini terpenuhi dengan mansturbasi, dengan khayalan yang indah. Biasanya dua orang obyek khayalanku yaitu kakak iparku dan yang kedua adalah Oom Pram induk semangku, yang sekarang setengah menindih tubuhku. Sebenarnya andaikata dia tidak menanyakan soal kemauanku, pasti aku tak dapat menolak jika ia menyetubuhiku, karena dorongan birahiku kurasakan melebihi birahinya. Kulihat dengan jelas pengendalian dirinya, dia tidak menggebu dia memainkan tangannya, bibirnya dan lidahnya dengan tenang, lembut dan sabar. Justru akulah yang kurasakan meledak-ledak.

"Bagaimana Edo? kita teruskan?" tangannya masih mengusap rambutku, aku tak mampu menjawab.
Aku ingin, ingin sekali, tapi aku masih agak canggung. Kupejamkan mataku menghindari tatapanya.
"Oom... pakai tangan saja," bisikku kecewa.
Tanpa menunggu lagi tangannya sudah melucuti seluruh kaos dan sarungku, aku tinggal mengenakan celana dalam, dia juga telah telanjang utuh. Seluruh tubuhnya mengkilat karena keringat, batang kontolnya panjang dan besar berdiri tegak. Diangkatnya pantatku dilepaskannya celana dalamku yang telah basah sejak tadi. Kubiarkan tangannya membuka selangkanganku lebar-lebar. Kulihat kontolku juga telah teracung dan terangsang keras, dengan mengalirnya precum di ujung kontolku.

Oom Pram membungkuk dan mulai menjilati dada dan putting susuku. Rasanya geli dan nikmat karena gesekan kumis dan kulitku. Ciuman itu terus meluncur dengan deras, hingga terus turun ke perut, turun ke bulu-bulu kontolku hingga dinding kiri dan kanan kontolku, terasa nikmat sekali aku menggeliat, lidahnya menggeser makin ke atas ke batang kontolku, kupegang kepalanya dan aku mulai merintih kenikmatan. Berapa lama dia menggeserkan lidahnya di buah peler dan batang kontolku yang makin membengkak. Karena kenikmatan tanpa terasa aku telah menggoyang pantatku, kadang kuangkat kadang ke kiri dan ke kanan. Tiba-tiba Oom Pram melakukan sedotan kecil di kontolku, kadang disedot kadang dipermainkan dengan ujung lidah. Kenikmatan yang kudapat luar biasa, seluruh kelamin sampai buah peler, gerakanku makin tak terkendali, "Oom... aduh.. Oom... Edo mau keluar...." Kuangkat tinggi tinggi pantatku, aku sudah siap untuk disenggamai lebih lanjut, tapi pada saat yang tepat dia melepaskan ciumannya dari kontolku. Dia menarikku bangun dan menyorongkan kontolnya yang kokoh itu kemulutku. " Gantian ya Edo.. aku ingin kau isap kontolku." Kutangkap kontolnya, terasa penuh dan keras dalam genggamanku. Oom Pram sudah terlentang dan posisiku membungkuk siap untuk mengulum kelaminnya. Aku sering membayangkan dan aku juga beberapa kali menonton dalam film biru. Tetapi baru kali inilah aku melakukannya.

Birahiku sudah sampai puncak. Kutelusuri pangkal kontolnya dengan lidahku dari pangkal sampai ke ujung kontolnya yang mengkilat berkali-kali. "Ahhh... Enak sekali Edo..." dia berdesis. Kemudian kukulum dan kusedot-sedot dan kujilat dengan lidah sedangkan pangkal kontolnya kuelus dengan jariku. Suara desahan Oom Pram membuatku tidak tahan menahan birahi. Kusudahi permainan di kelaminnya, tiba-tiba aku sudah setengah jongkok di atas tubuhnya, kontolnya persis di depan lubang pantatku. "Oom, Edo masukin dikit ya Oom, Edo pengen sekali." Dia hanya tersenyum. "Hati-hati ya... jangan terlalu dalam..." Aku sudah tidak lagi mendengar kata-katanya. Kupegang kontolnya, kutempelkan pada lubang pantatku, kusapu-sapukan sebentar di bongkahan dua pantatku, dan... oh, ketika kepala kontolya kumasukan dalam lubang, aku hampir terbang. Beberapa detik aku tidak berani bergerak tanganku masih memegangi kontolnya, ujung kontolnya masih menancap dalam lubang pantatku. Kurasakan kedutan-kedutan kecil dalam bibir bawahku, aku tidak yakin apakah kedutan berasal dariku atau darinya.

Kuangkat sedikit pantatku, dan gesekan itu ujung kontolnya yang sangat besar terasa menggeser lubang pantatku. Kudorong pinggulku ke bawah makin dalam kenikmatan makin dalam, separuh batang kontolnya sudah melesak dalam lubang pantatku. Kukocokkan kontolnya naik-turun, tidak ada rasa sakit seperti yang sering aku dengar dari temanku ketika kontol masuk ke dalam lubang pantat, padahal sudah separuh. Kujepit kontolnya dengan otot dalam, kusedot ke dalam. Kulepas kembali berulang-ulang. "Oh.. Edo kau hebat, jepitanmu nimat sekali." Kudengar Oom Pram mendesis-desis, dadaku diremas-remas serta putting tetekku yang kecil itu diremas-remas dan membuat aku merintih-rintih ketika dalam jepitanku itu. Dia mengocokkan kontolnya dari bawah.
Sementara tangan Oom Pram sibuk memilin dan meremas serta mengocok kontolku dengan penuh nafsu. Kadang pelan, kadang keras, mengikuti alunan hentakan goyangan pantatku.
Aku merintih, mendesis, mendengus, dan akhirnya kehilangan kontrolku. Kudorong pinggulku ke bawah, terus ke bawah sehingga kontol Oom Pram sudah utuh masuk ke lubang pantatku, tidak ada rasa sakit, yang ada adalah kenikmatan yang meledak-ledak. Dari posisi duduk, kurubuhkan badanku di atas badannya, dadaku menempel, perutku merekat pada perutnya. Kudekap Oom Pram erat-erat. Tangan kiri Oom Pram mendekap punggungku, sedang tangan kanannya mengusap-usap bokongku dan meracau kontolku yang terus menegang dan berdenyut denyut mengikuti denyutan lubang pantatku. Aku makin kenikmatan. Sambil merintih-rintih kukocok dan kugoyang pinggulku, sedang kurasakan benda padat kenyal dan besar menyodok-nyodok dari bawah.

Tiba-tiba aku tidak tahan lagi, kedutan tadinya kecil makin keras dan akhirnya meledak. Kocokan tangan Om Pram telah membuat kedutan dan kelonjjotan kontolku hingga menyemburkan spermaku dan muncrat di perut kami berdua…"Ahhh..." Kutekan lubang pantatku ke kontolnya, kedutannya keras sekali, nimat sekali. Dan hampir bersamaan dari dalam lubang pantatku terasa cairan hangat, menyemprot dinding usus besarku. "Ooohhh..." Oom Pram juga ejakulasi pada saat yang bersamaan. Beberapa menit aku masih berada di atasnya, dan kontolnya masih menyesaki lubang pantatku. Kurasai lubang pantatku masih berkedut dan makin lemah. Sementara kontolkupun telah terkulai lemah dengan ceceran sperma disana sini. Pagi itu lubang anusku telah terbobol dan keperjakaanku hilang tanpa darah dan tanpa rasa sakit. Aku tidak menyesal.

0 komentar: