BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Jumat, 05 Juni 2009

Mantan Dosenku

Mungkin aku bukanlah pria satu satunya yang mengalami hal ini. Sudah beberapa kali aku tekan perasaan itu, namun perasaan yang meledak dari dalam jiwaku begitu kuat. Meskipun aku telah menikah dengan istriku yang cantik, namun selalu saja hasrat yang begitu kuat muncul dari dalam dadaku.
Memang selama ini hanya aku lampiaskan melalui onaniku di kamar mandi, dengan membayangkan aku digagai oleh pria-pria gagah. Aku akui, aku seorang biseks yang terus menerus memendam perasaan dan hasratku untuk bersebadan dengan pria pria tampan yang aku temui di jalan, atau di mal mal ketika aku belanja bersama istriku. Seringkali aku mengamati dalam dalam pria pria yang berkelebat di depan mataku. Godaan itu begitu kuat.

Sebenarnya ada rasa bersalah pada isteriku yang terus kupendam. Sebuah rahasia besar dan rasa bersalah yang kian menggunung. Ingin rasanya berterus terang selekas mungkin sebelum semuanya terlambat. Namun aku belum siap untuk bisa menerima konsekwensi terburuk yang sering menghantui. Aku tidak mau ditinggal isteri yang sangat kucintai jika dia tahu yang sebenarnya tentang jati diriku. Apalagi jika harus berpisah dengan anakku, aku tidak sanggup.

Namun aku pun tertekan. Jika Hussein Saddam (begitu aku memanggil dosen keturunan Arab itu) meneleponku hanya sekedar tanya kabar misalnya, apalagi sampai meminta bertemu denganku, rasa itu semakin menyiksaku. Aku mencoba menghilangkan rasa bersalahku, tapi biar bagaimana pun aku pernah bercinta dengan dia, dahulu waktu aku belum menikah dengan istriku ini. Dan kini secara tidak sengaja, aku bertemu lagi dengan pria keturunan Arab itu lagi saat aku menyaksikan pameran rumah. Beruntunglah istriku tidak menaruh cuiga saat dia meminta nomor Hpku. Padahal waktu itu aku sudah memberikan nomor HP yang salah. Tapi dosen keturunan Arab itu cukup cerdik, dengan mencoba miscall ke HP ku. Dan saat miscallnya tidak tersambung ke Hpku dia meminta koreksi nomerku yang sebenarnya. Mau tidak mau aku memberikan nomor Hpku yang sebenarnya.

Memang beberapa kali aku mencopot nomor HP itu demi menghindari telpon mantan dosenku yang keturunan Arab itu. Namun karena nomor HP ini adalah nomor utama, yang terhubung dengan banyak relasi kerjaku, dengan keluargaku, mau tidak mau aku akan menggunakannya. Saat itulah, beberapa smsnya masuk ke Hpku. Dan aku harus sembunyi sembunyi untuk sekedar membuka dan membalas sms-nya.
Aku sudah berusaha menolak dan menyuruh mantan dosenku ini untuk menjauhi dan tidak menghubungiku. Namun dia beralasan sangat kangen akan kenangan masa lalu itu. Memang, dia adalah dosenku yang banyak membantu percepatanku lulus kuliah. Dan kami pernah menjalin hubungan spesial untuk beberapa waktu lamanya. Namun ketika aku lulus kuliah, aku berusaha menjauhinya, karena keluargaku menuntutku untuk segera menikah sesaat setelah aku mendapatkan pekerjaan. Kini, setelah beberapa tahun terpisah, mantan dosenku ini mendesakku lagi untuk bernostalgia. Aku sudah menolaknya berkali-kali. Namun dia tak kunjung mundur.

Dan sore ini, ketika aku selesai mengantar istriku pulang menengok ortunya yang mau berangkat haji. Aku yang masih terkantuk bangun dari tidur soreku, kaget oleh suara bel rumahku. Ketika dengan bermalas malasan aku membuka pintu, betapa kagetnya aku. Karena mantan dosenku itu telah muncul tepat didepan pintu rumahku. Padahal aku tidak pernah memberitahu alamatku. Entah dari mana dia bisa melacak alamat rumahku yang tidak aku daftarkan di halaman Yelloe Pages ini.

"Maaf, tidak nelepon lebih dulu, Devan. Kedatanganku mengganggu?" sapanya.

Aku menggeleng antara menggeleng menjawab tidak terganggu dan menggeleng karena tidak siap akan kedatangannya.

"Woww, kerennya kau dengan baju itu, bikin kangenku harus segera diobati, Devan!" ujarnya.

Memang saat itu aku hanya menggunakan kaos tanpa lengan dengan celana pendek agak ketat. Sebelum pintu kututup rapat, Hussein sudah mendekapku erat dari belakang.

"Aduh, aku belum makan, Ab. Jadi masih lapar!" ujarku sambil memegang perutku yang terasa lapar.
"Iyaa, kebetulan sekali Devan. Aku juga belum makan, makanya aku bawakan banyak makanan untuk kita" aku sekali lagi menggeleng karena tidak tahu harus berbuat apa.
Lalu Hussein dengan cekatan kembali ke mobilnya di teras rumahku dan mengambil makanan cepat saji.

Sambil mendekap erat dan sesekali menciumiku, Hussein membimbingku masuk ke dalam rumah menuju ke meja makan. Selama makan, banyak hal yang dilakukannya yang membuatku risih. Aku yang biasanya tidak aneh-aneh jika makan dengan isteriku, merasa kikuk saat dia meminta untuk menyuapiku. Bahkan sesekali makanan yang sudah disuapkannya ke mulutku diambilnya lagi dengan mulutnya. Aku sendiri jijik membayangkan makanan yang sudah kukunyah ditelan lagi oleh orang lain.
"Maaf, Hussein. Aku mau mandi, sudah hampir malam" ujarku.

Aku bergegas bangkit setelah merasa cukup. Kulihat rasa kecewa menggantung di wajah brewoknya yang berubah seperti wajah anakku yang merengut jika kemauannya tidak kuturuti.

"Please, Devan. Hampir satu bulan aku menahan rasa ini. Aku tidak sabar menunggu waktu yang tepat seperti sekarang ini. Atau memang kau sudah kangen denganku lagi?" ujarnya.

Ahh, lagi-lagi dikeluarkannya jurus itu. Aku memang sudah berkali kali membalas via sms bahwa aku tidak ingin diganggu. Namun dia masih terus mendesak untuk sekali saja menuruti hasratnya yang lama terpendam dan ditahannya.
"Tapi, Ab. Aku masih capek, aku juga takut dengan istriku.." ujarku merajuk. Sebenarnya sekarang atau kapan pun aku tidak yakin mau mengulang lagi. Rasa bersalah terhadap diriku sendiri, terhadap istriku yang telah kunikahi membuatku harus mengambil sikap.

Dia menggeleng. Bahkan semakin erat memelukku. Aku yang sudah sangat gerah seharian tadi semakin merasakan gerah di sekujur tubuhku.

"Please, Devan!" ujarnya dengan nafas terengah-engah.

Hembusan panas nafasnya terasa di telinga ketika dari belakang kepalaku dia menjilatinya. Kumisnya yang tebal seolah memberikan tambahan energi di desahannya. Tangannya sudah meremas-remas kontol di balik celanaku. Kurasakan benjolan keras di pantatku ketika dia dekap erat aku.

Aku kembali tak bisa berbuat apa-apa. Kedekatan Hussein dengan keluargaku seolah memberikan gambaran mengerikan jika Hussein sampai menceritakan apa yang pernah kuperbuat dengannya dahulu kala. Dan aku agak ngeri dengan ancamannya, bahwa dia masih menyimpan foto foto mesumku bersamanya dan bisa membongkar aibku jika kutolak kemauannya. Aku harus senatural mungkin bersikap di hadapannya. Aku masih belum tahu betul karakter Hussein sebagai orang Arab, jika keinginannya tidak terkabulkan. Buktinya dia bisa melacak rumahku, padahal aku menolak dan jarang mengangkat telponnya, ataupun membalas sms-nya, berarti dia memang keras kepala dan berusaha dengan sekuat tenaga.

Gairahku mulai terusik ketika dibisikkannya kata-kata indah yang entah dari mana didapatnya. Desahannya di telinga membius gairahku. Tak urung kontolku yang berkali-kali diremasnya menyembul dengan bebasnya dari balik celanaku karena memang aku tidak memakai celana dalam. Bajuku, pemberian dokter keluargaku, sosok yang juga mengisi gundahku, tidak sedikit pun menyurutkan gairah Hussein yang sudah membara.

"Ohh, Devan. Please!". Berkali-kali desahan itu keluar dari bibir tebalnya.

Lidahnya berkali-kali menjilati kedua telingaku seperti induk kucing sedang memandikan anaknya. Direnggutnya celanaku sehingga kontolku yang sudah sangat tegak, bergoyang-goyang mengikuti irama gairahku. Demi melihat kontolku yang telah keras dan memerah, Hussein beralih ke bagian depan. Dengan mesra disandarkannya tubuhku ke dinding. Tangannya yang besar berkali-kali meremas kontolku hingga menambah cepat gairahku memuncak. Sesekali mulut dan lidahnya menyentuhi batang kejantananku itu, membuatku semakin terbuai dan terlena. Kocokan tangannya semakin kencang saja ketika dia tahu aku semakin terbuai.

Aku mulai mendesah mengikuti permainannya, apalagi saat mulut Hussein beradu dengan mulutku. Bibirku digigitnya hingga aku mengaduh, tapi bukannya beringsut Hussein malah semakin ganas melumat bibirku. Lidahnya mencoba membuka mulutku yang ternganga merasakan sensasi gilanya. Dengan ganas lidahnya bermain di dalam mulutku. Berkali-kali aku tersedak karena merasa risih dengan kumis tebal yang melintang di atas bibirnya, namun tetap dengan ganas Hussein memainkan lidahnya menyedot habis lidahku yang bahkan semakin tidak bisa kuimbangi.

Setelah terenggut satu-satunya baju yang kupakai, aku dibopongnya ke kamar mandi. Ruangan berukuran 3x4 yang kudesain alami dengan segala pernak-perniknya, terasa berubah menjadi sempit dengan permainan kami. Tergesa Hussein melepas segala yang dipakainya, sehingga keringat yang mengucur di tubuhnya yang sedikit gelap dan hampir dipenuhi bulu, kulihat berkilat. Aah, benjolan di pangkal paha itu seakan bertambah besar saja. Dasar memang orang Arab. Lalu kembali Hussein menciumiku dengan penuh nafsu.

"Sejak pertama bertemu lagi denganmu di mall itu, aku begitu ingin merasakan bercinta denganmu Devan. Aah, ternyata anganku tidak harus lama menunggu" ujarnya.

Ucapan Hussein yang tidak lebih bernada membisik, mencoba membangkitkan sensasiku. Bak mandi yang juga kudesain sendiri, sengaja kubuat agar muat dua orang, bahkan lebih bisa berendam. Dan memang sudah tidak terhitung berapa kali aku, baik sendiri maupun dengan isteriku melampiaskan gairah insani kami.

Saat mulut Hussein menemukan kontolku, aku semakin bergairah. Aku mendesis dan kembali mendesis begitu kurasakan sensasi di batang kebanggaanku. Mulut Hussein memang sangat terampil menghadirkan berbagai rasa. Bibirnya yang tebal, seolah didesain khusus untuk menjepit kontolku. Aku mendesis. Rasa gerah berangsur menghilang, saat air hangat dari kran mulai mengaliri tubuh telanjang kami, seolah memacu gairah kami agar lebih dahsyat lagi bergulat.

Aku mulai mengerang saat mulut Hussein semakin ganas melumat kontolku. Kumisnya yang tebal sesekali digosokkannya ke kontolku hingga memberikan rasa berganda di ujung ubun-ubunku. Apalagi saat jemari Hussein mulai bermain di anusku. Beberapa jari, dengan cepat bergantian menusuk anusku dan bermain di dalamnya. Ada rasa yang mulai menyentak dari dalam kontolku, karena dua titik gairahku digarap Hussein. Saat aku mulai mengaduh, Hussein mencabut mulutnya dari kontolku. Mungkin dia tidak mau kenikmatanku berakhir dengan orgasme yang terlalu cepat hanya dengan permainan mulutnya.

Hussein bangkit dan menyodorkan kontolnya ke mulutku. Aku menggeleng. Tapi tetap disodorkannya kontol yang besar itu ke mulutku. Aku mencoba mengulumnya agar tidak dianggap egois, namun aku tetap tidak bisa. kontolnya terlalu besar di mulutku, sehingga berkali-kali aku mencoba untuk mengulumnya, berkali-kali pula aku tersedak. Akhirnya aku hanya menjilati batang kontolnya yang hitam, keras, besar dan panjang itu. Hussein mengangguk, tanda menyetujuinya. Dia mendesis berkali-kali. Kata-kata, "Yess, uugh, yess, uughh..", seperti di adegan intim di film-film porno, berkali juga keluar dari mulutnya.

Tanganku yang sudah kulumasi dengan sabun mandi kujadikan alat untuk menggantikan mulutku yang masih tidak bisa kutipu untuk tidak jijik. Hussein semakin mendesah, bahkan kulihat mulutnya yang berkali-kali mendesis, ternganga seolah sedang merasakan sensasi kenikmatan yang luar biasa. Mata bulat itu berkali-kali merem melek, mengikuti irama tanganku yang sedang memainkan kontolnya.

"Ouugghh, ouuggh..!".

Akhirnya raungan mulai keluar dari mulut Hussein begitu kupercepat aksiku. Di puncak gairahnya, dia ambil alih kontolnya yang sejak tadi dalam kekuasaanku. Begitu raungan panjang terlontar dari mulutnya, dia mencoba menyodorkannya ke mulutku. Aku menggeleng dan mengunci rapat mulutku. Aku belum bisa menerima kalau spermanya masuk ke mulutku.

Tak urung sperma itu muncrat ke wajahku. Rasa hangat menyentak wajahku ketika dengan kerasnya sperma Hussein muncrat dari kontolnya ke sekujur wajahku. Sperma yang panas dan kental kurasakan lengket hampir di semua bagian wajahku. Aku pejamkan mataku agar spermanya tidak mengenai mataku. Begitu banyak kurasakan sperma orang Arab ini.

"Sshh.. Shhss". Berkali-kali kudengar Hussein mendesis saat mengurut kontolnya yang masih tegang, mencoba menghabiskan sisa-sisa sperma dari batangnya.
"Terima kasih ya. Terima kasih, Devan!". Masih dengan gemetar suara Hussein lirih berbisik.

Aku membuka mataku dan mengangguk. Aku hendak membenamkan kepalaku di bak mandi agar sperma Hussein yang berserakan di wajahku menghilang. Namun Hussein menangkap wajahku. Dia menggeleng tanda melarangku. Kemudian dia jilati spermanya sendiri di wajahku, mulutnya sesekali mampir di mulutku, memagutnya, sambil berkali-kali berkata terima kasih.

Aku mencoba melepaskan dekapannya saat kusadari air dalam bak sudah terlalu kotor oleh busa sabun, keringat, dan sperma Hussein yang terlalu banyak untuk ukuran lelaki Indonesia. Kembali Hussein menggeleng.

"Tidak adil". Hanya kata itu yang keluar dari mulutnya, karena secepat itu pula tangannya meraih kontolku yang masih tegak.

Kembali mulutnya mencoba menambah sensasi di kontolku dengan permainan dahsyatnya. Aku pun mulai menemukan gairahku yang sempat terputus saat sperma Hussein muncrat. Mulut dan lidah basahnya kembali menelusuri relung batang kontolku tanpa sejengkalpun terlewatkan. Lidahnya menggelitik ujung kontolku, batang kontolku hingga biji biji pelerku.
Kuluman mulutnya begitu lihainya, membuat kontolku semakin berkedut kedut pertanda aliran syahwatku semakin mengalir dan memuncak pada batang sensirtifku itu. Kocokan kokoh tangan Arab itu juga semakin membuatku semakin melambung jauh. Mataku berkunang kunang saat rasa nikmat ujung lidahnya menyeruak dilubang perkencinganku. Bibir kecil diujung kontolku itu menjadi sasaran utamanya jika dia mengoral kontolku, karena dia tahu aku akan melonjak lonjak dan mengerang erang. Perpaduan rasa geli dan rasa nikmat yang tak terkira membuatku tdak terkontrol saat lidah basah nan hangat milik orang Arab ini menggelitiki lubang sensitifku itu.

"Tunjukkan padaku, seberapa dahsyat kau punya tenaga, Devan. Mungkin kalau dengan isterimu kau masih kasihan untuk melampiaskan semua tenagamu, namun denganku, keluarkan saja semua yang kau bisa". Begitu tantangnya saat dia memasang kondom di kontolku, seolah membangkitkan sesuatu yang selama ini kupendam.

Hussein bersandar telentang di dinding kamar mandi. Pantatnya menempel di bibir bak mandi, sedang kedua kakinya dijulurkan ke luar. Tangan Hussein membimbing kontolku ke anusnya. Dengan posisi berhadapan, semula aku merasa kesulitan, namun Hussein dengan sabar membimbingku. kontolnya kulihat sedikit demi sedikit mulai bangkit lagi. Gambaran seorang dosen yang biasanya perlente dengan segala atribut dan gaya bicara yang dibuat sewibawa mungkin, lenyap sudah dari diri Hussein. Kulihat Hussein tidak lebih dari seorang pria jalang yang sedang melampiaskan gairahnya.

Aku mendesis saat kontolku sudah mulai menusuk anus Hussein. Kumaju mundurkan pantatku perlahan, agar kontolku benar-benar tertancap ke anusnya. Saat semua batang kontolku tertelan anusnya aku mulai sedikit keras memaju-mundurkan pantatku, Hussein meringis dan melenguh. Aku menghentikan aksiku, namun kembali Hussein menggeleng, bahkan dia mengolokku bahwa aku hanya bisa sebatas itu.

Harga diriku mulai terusik saat kembali Hussein mengolokku. Aku mempercepat aksiku, kujambak rambut ikalnya dengan kedua tangan. Hussein mengerang, namun justru erangan kesakitannya seolah membangkitkan gairah nakalku. Bahkan kemudian kontol Hussein kujadikan pegangan kedua tanganku ketika semakin keras aku bereaksi. Hussein meringis, namun berkali-kali juga mendesah, sama sepertiku. Desisanku berubah menjadi erangan kecil saat mulai kurasakan ada yang berdenyut-denyut di pangkal batang kebanggaanku.

Mulutku ternganga sambil sesekali mengerang. Mataku kupejamkan agar bisa mendatangkan sensasi yang lebih besar. Eranganku mengeras, seiring dengan cepatnya denyutan yang kurasakan dari dalam kontolku. Aku hendak mencabut kontolku, saat kurasakan sperma mulai menyentak ingin muncrat, namun di saat spermaku sudah tidak bisa kutahan lagi, Hussein justru membenamkan pantatku ke anusnya dalam-dalam.

Aku berontak, tidak mau kondomku terlepas di dalam anusnya karena bisa jadi masalah. Namun tetap saja terlambat, aku mengejang hebat saat spermaku muncrat di dalam anus Hussein. Crottt..crotttt… seluruh simpanan spermaku muncrat. Lama aku berada dalam lambungan gairahku. Tubuhku terasa ringan, dan anganku menerawang ke awang awang. Belum sempat aku tersadar dari kenikmatanku, satu tangan Hussein mendekapku erat sementara satu tangannya merancap kontolnya sendiri. Dikocoknya kontol besar miliknya itu.
Air sabun di dalam bat up itu membantu memperlicik kocokan tangan Hussein pada kontolnya. Tubuh Hussein bergetar hebat saat dia mulai mengerang eang semakin keras. “Uuhhh…yess…uaahhhh..uhhh”. Kurasakan Hussein mengejang hebat saat cairan hangat muncrat di perutku. Crottt… crott….Wow, hanya dalam hitungan beberapa saat saja, pria Arab ini kembali menyemprotkan spermanya lagi. Tapi semprotan sperma Hussein kali ini tidak sekencang semburan pertama tadi. Namun tak urung, denyutan kontolnya yang besar itu cukup keras saat menyemburkan sperma itu membuat perutku merasa kegelian. Kuakui memang stamina pria keturunan Arab, berbeda dengan pria Indonesia.

Kucabut segera kontolku dari anus Hussein saat kulihat Hussein terkulai kelelahan. Untungnya kontolku masih keras, sehingga kondomku juga bisa kutarik. Begitu melihat kontolku yang terbungkus kondom, secepat kilat Hussein meraih kontolku dan dilepasnya kondom itu. Aksinya tidak berhenti di situ, karena kemudian dia menjilati kontolku lagi. Bahkan sisa-sisa sperma di kontolku dia jilati, seolah-olah kontolku adalah sebatang ice cream berbalut vanilla. Ah, kegelian itu kembali menyeruak karena bibirnya mengulumi batang kontolku yang kini begitu sensitif karena habis ejakulasi.
Aku hendak memberontak, tapi Hussein terus menyedoti batang kontolku hingga akupun membiarkannya sambil memejamkan mataku. Kucoba relaks. Dan ingatanku kembali menerawang ke masa silam, saat aku dan Hussein sering melakukan hubungan sejenis ini. Ah, aku yang sudah punya istri ini akhirnya bertemu lagi dengan pria Arab yang sudah memiliki 8 oarang anak ini.

0 komentar: