BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Jumat, 05 Juni 2009

Di Tempat Kerja Baru

Aku adalah alumni Tekhnik Informatika. Walaupun sudah bekerja di sebuah bank sebagai tenaga honorer. Tetapi tak jarang sepulang aku kerja ataupun di hari libur kerja, banyak teman, tetanggaku yang menggunakan jasaku untuk memperbaiki komputernya yang bermasalah.

Hal itu aku lakukan karena aku sedang membutuhkan biaya yang banyak, untuk menutup biaya hutang keluargaku, karena ibuku habis operasi di Rumah Sakit. Termasuk sore itu, datang seorang pria paruh baya yang wajahnya putih bersih dan matanya yang agak sipit.
"Alo, kenalkan. Saya Om Benard. Ini komputerku tiba tiba ngehang dan tidak mau restart. Malah muncul layar biru,”jelas pria paroh baya itu. Sebenarnya pria ini cukup ganteng, keturunan chinese, dan jujur termasuk dalam kategori cowok typeku.

Setelah beberapa beberapa jam lamanya, akhirnya aku selesai memperbaiki komputer Om Bernard. Sebelum pulang Om Benard menawarkanku untuk menjadi tekhnisi di salah satu usahanya. Dan dia bilang bahwa, aku bisa bekerja malam hari sepulang aku kerja. Tak lupa dia meninggalkan kartu namanya.
Dan aku berjanji untuk datang besok sore, sepulang aku kerja. Dengan berbekal kartu nama yang kemaren diberikan, aku dengan mudah menemukan gedung tempat usaha Om Bernard yang letaknya di depan Universitas Negeri favourite di kotaku. Sesampai di sana aku langsung masuk ke gedung tersebut. Ketika masuk aku langsung menemui Om Benard yang sedang asyik mengerjakan sesuatu.

"Selamat sore" sapaku.
"Sore juga, silakan duduk, gimana kamu sudah mantap membantu aku?" tanya Om Benard.
"Sudah Pak" jawabku.
"Bagus, gimana kalau besok sore kamu mulai bekerja?" tanya Om Benard sambil menyodorkan contoh surat kontrak kerja.

Aku baca contoh surat itu, dan berjanji besok sudah mulai masuk kerja. Apalagi tawaran gajinya cukup besar. Dua kali lipat gaji kerjaku sebagai tenaga homorer di bank swasta tempat kerjaku saat ini. Padahal dari job desc yang aku baca, kerjaku hanya sesuai orderan jika ada komputer bermasalah. Selebihnya aku akan banyak menganggur. Berbeda dengan kerjaku di bank swasta itu yang lebih tepatnya sebagai tenaga serabutan. Jadi jelas aku tak akan menolak pekerjaan ini, selain agak santai, gajinya juga cukup besar.

Akan cepat membantu melunasi hutangku.
"Oke, selamat bergabung, kalau gitu besok sore aku tunggu" pintanya sebelum aku berpamitan.
Keesokan harinya, sekitar jam 6.00 sore aku sudah sampai di kantor Om Bernard dengan naik angkot. Kebetulan lokasinya juga dekat. Rupanya kantor itu memang jam kerjanya pagi hingga sore hari, layaknya jam kantor. Namun kalau malam hari, difungsikan Om Bernard untuk mengontrol usaha ekspedisi dan sekalian lembur kerja. Sore itu aku hanya disuruh mengecek komputer staf administrasi yang katanya bermasalah. Tetapi saat aku nyalakan, komputer Core Duo itu masih berfungsi secara normal. Jadinya aku tidak ada kerjaan lagi. Lalu akupun cuma duduk sambil nonton TV di ruang tamu.

Tiba-tiba Om Benard duduk di dekatku sambil menawarkan makanan kecil. Dan sesaat dia sempat memegang pahaku sambil menggosoknya. Aku sangat terkejut, karena hal itu dilakukannya padaku yang notabene karyawannya yang baru bekerja. Aku diam saja ketika itu. Karena kupikir itu tanpa sengaja atau memang pikiranku saja yang terlalu sensi. Lama kami mengobrol tentang asalku, almamaterku serta keluargaku. Termasuk pekerjaanku yang saat ini, bahkan alasanku bekerja, demi menutup hutang. Dan dengan tulusnya, Om Bernard juga menawarkanku untuk membantu memberi pinjaman untuk hutangku. Awalnya aku menolak, namun dengan alasan yang diberikannya bahwa semakin lama aku menunda maka bunganya akan semakin tinggu, terpaksa aku menerima tawaran bantuan Om Bernard.

Ketika jam menunjukkan pukul 8 malam, Om Bernard menawarkan pulang bareng. Karena alasannya sudah tidak ada yang dilakukannya, karena pekerjaannya sudah selesai semua. Dan karena dia tau aku naik angkot, akhirnya aku ikut di dalam mobilnya. Di perjalanan menuju rumah, Om Benard kembali memegang pahaku sambil menggosoknya. Itu dilakukannya sambil menyetir mobil. Dan aku hitung, tidak hanya sekali saja itu dilakukannya. Dan aku berkesimpulan kalau itu memang disengajanya. Malam itu aku tidak bisa tidur karena memikirkan apa yang telah dilakukan Om Benard, aku bertanya dalam hati apakah mungkin Om Benard seorang homo. Kalau ia memang benar seorang homo, aku juga bingung bagaimana akan bersikap. Apalagi dia telah berbuat baik menjadikanku karyawannya dan juga membantuku akan melunasi hutangku di rentenir.
Setelah dua hari aku bekerja di tempat Om Bernard, seperti biasa Om Benard selalu menawariku untuk mengantarku.

Padahal malam sebelumnya aku menolaknya dengan alasan aku masih ada perlu lain. Dan malam ini hujan turun dengan lebatnya, jadi tidak ada alasan untuk aku menolaknya. Ketika kami akan pulang, mobil Om Benard tidak mau hidup, walau pun kami telah berusaha memperbaikinya hingga tangan kami hitam, sedangkan cuaca saat itu semakin lebat. Bahkan beberapa ruas jalan yang menjadi jalur kami pulang, terkena banjir. Hingga akhirnya Om Benard mengajakku untuk menginap saja di tempat kerja tersebut. Dia bilang, bahwa dia sering sekali meginap di kantornya bila banjir sedang melanda ruas jalan yang dilaluinya. Awalnya aku menolak, tapi karena aku bingung mesti bagimana, akhirnya aku mengiyakan. Sebenarnya ini juga merupakan kesempatan bagus bagiku untuk membuktikan apakah Om Benard juga seorang homo atau bukan.

Om Benard memintaku untuk mandi untuk membersihkan kotoran bekas tadi memperbaiki mobil. Tapi aku tidak mandi dan hanya membersihkannya dengan sabun saja. Akhirnya kami duduk di kursi sambil mengobrol dan nonton TV. Dalam obrolan itu aku bertanya kepada Om Benard apakah ia sudah punya istri, namun Om Benard hanya menggelengkan kepala. “Oh, makanya kok dia sering tidur di kantor, karena memang di rumah tidak ada yang menungguinya. Masih bujangan,”bathinku.

Om Benard bercerita bahwa dulu pada saat ia masih kuliah ia pernah menyukai seorang wanita akan tetapi wanita itu tidak menyukai Om Benard hingga akhirnya sampai sekarang Om Benard masih hidup sendiri. Dalam hati aku masih bertanya kok orang seganteng Om Benard sampai sekarang ini belum ada yang mau, selain itu dari segi ekonomi ia sudah lebih dari cukup, maklum ia adalah warga keturunan chinese yang lebih suka membuka usaha.

Tidak terasa akhirnya jam sudah menunjukan pukul 11.00 malam, akhirnya kami memutuskan untuk tidur di ruang rapat yang cukup luas. Padahal aku pikir dia akan tidur di ruang kerjanya. Namun dia memutuskan tidur satu ruangan di ruangan rapat. Sebelum tidur Om Benard melepaskan celana panjang dan baju kemejanya hingga ia hanya memakai baju kaos dalam dan celana pendek hingga kelihatan lengan dan pahanya yang putih kemerahan dan ditumbuhi bulu tipis di lengan dan kakinya. Walaupun usianya sudah 39 tahunan, namun ia masih kelihatan muda dan gagah.
Om Benard tidur di atas kursi sofa di ujung ruang dan aku tidur di kursi sofa yang lain dekat TV. Malam itu aku tidak bisa tidur, akrena pikiranku menerawang kemana mana. Sambil berbaring aku memandangi langit langit ruang rapat. Jam hamir menunjukkan jam 1 malam, karena kudengar suara kentongan Hansip yang sednag ronda. Ketika aku baru akan memejamkan mata tiba-tiba Om Benard bangun dan mendekat ke arahku dan dia memegangi pahaku kembali sambil mengelusnya. Melihatku hanya diam, akhirnya Om Benard terus beraksi meraba dadaku hingga sampai ke burungku. Mungkin dikiranya aku tertidur.

Aku yang awalnya hanya diam kini mulai merasakan kenikmatan, dan membiarkan aksi itu terus berlanjut. Aku juga peasaran apa yang akan dilakukan pria paroh baya ini. Dan akupun juga tidak sanggup membuat pria ini malu, karena dia telah berjasa menerimaku kerja dan membantuku untuk melunasi hutangku. Melihat tidak ada reaksi, Om Benard pun bertambah nafsu hingga ia menciumi bibirku dengan lembut. Agak kaget juga aku menerima aksinya itu. Namun aku tetap pura pura tertidur. Lalu dia mulai merabai jendolan selangkanganku. Lama lama dirabai seperti itu, kontolkupun berdiri karena terangsang juga. Kuintip Om Bernard menyunggingkan senyuman. Akupun semakin bingung dibuatnya, harus bagaimanakah bersikap. Akhirnya kuputuskan untuk diam saja menikmati.

Tak puas dengan hal itu Om Benard melepaskan ikat pinggangku dan melepaskan kancing bajuku juga. Lalu tangannya mulai menelusup dan menyentuh kontolku yang mengeras itu. Aku masih saja terdiam membiarkan aksinya. Lalu celana dalamku disingkapnya dan dia kini memegang penuh batang kontolku yang teracung menegang. Lalu Om Bernard mengocoknya pelan dan diciumnya sebentar kontolku itu dengan penuh perasaan. Aku semakin dibuat bingung, dan keringat dingin mulai menetes. Aku masih tetap terdiam pura pura tidur. Kupikir Om Bernard tidak akan melakukan hal lebih jauh, ketika aku dalam posisi tidur. Tapi rupanya perkiraanku salah, karena tiba tiba kurasaka sesuatu yang hangat menyentuh ujung kontolku, dan selanjutnya rasanya kontolku basah dan terjepit diantara bibir Om Bernad. Rupanya Om Bernard nekad mengoral kontolku yang masih berpura pura tidur.

Karena secara logika tak mungkin aku masih tetap tertidur, aku pura pura menggeliat. Namun itu tidak membuat Om Bernad berhenti beraksi. Kupikir dia akan takut atau malu, jika sampai aku terbangun. Dan kepalang tanggung, akhirnya akupun menggeliat lagi dan pura pura kaget terbangun. Om Bernard malah tersenyum dan memandangi wajahku. Lalu tangannya mengocok kontolku, dia berkata. “Kamu diam saja, seperti tadi. Pura pura tidur juga ga papa kok,”katanya membuat telingaku memerah karena malu ketahuan sedang pura pura tidur.

Kini Om Bernard semakin berani, karena dia mulai melepasi baju dan celanaku hingga aku tidak lagi memakai sehelai kain pun. Ia pun langsung melahap burungku lagi, dijilatinya sambil meremas bijinya, lalu dalam posisi berjongkok itu dia memaju-mundurkan kepalanya hingga kadang semua burungku masuk ke dalam mulut Om Benard hingga ke pangkalnya sampai aku merasa nikmat sekali. Lalu secara reflek tangan Om Bernard meraih tanganku dan diarahkan ke jendolan selangkangannya. Mau gak mau akupun menurut dan tanganku pun ikut bereaksi dengan mengosok gosok jendolan kontolnya. Setelah sekian lama Om Bernard membuka baju dan celana nya sendiri hingga dia telanjang bulat.
Sesuatu yang sangat sempurna kulihat di depan mataku untuk pertama kalinya, ukuran kontol yang cukup besar dengan kepala yang mengkilap yang diapit oleh dua biji yang lumayan besar di sekitarnya. Bahkan kontol itupun terasa kokoh dengan uratnya yang menonjol. Lalu dengan kurang ajarnya, Om Bernard menyorongkan kontolnya ke depan mukaku. Beberapa saat lamanya kontol itu digesek gesekkan di hidung dan bibirku.

Aku masih terus mengatup. Ini memang adalah pengalaman pertamaku namun naluriku membimbingku untuk turut mengimbangi aksinya. Akhirnya dengan setengah hati aku dapat melakukannya. Pertama kali kujilati burung Om Benard. Kujilati topinya yang kenyal dengan aroma yang khas laki-laki dengan rasa asin dikarenakan tercampur keringat dan precum yang keluar. Lalu pantat Om Bernard mulai aktif bergerak memaju mundurkan kontolnya yang menusuk dan keluar dari kuluman kontolku.
Lalu tiba tiba Om Bernard mengambil posisi di sebelahku. Dia mulai mengurut biji kontolku, lalu batang kontolku juga dikocoknya hingga semakin tegang dan besar, sesekali dia juga meremas pantatku dan diselingi dengan menggigii biji pelerku. Upss, akupun merasa kenikmatan.
"Oooh.hhh" desahku tanpa dapat kukontrol.

Dengan posisi 69 itu akhirnya kami saling mengoral sehingga merasakan kenikmatan bersama. Kontolku dikenyot kenyot, kadang dijilati batangnya. Bahkan kedua biji pelerku juga dikulum kulum bagaikan permen loipop. Bahkan lubang anusku juga tak luput dari sapuan lidahnya. Dan itu memberikan sensasi luar biasa dan memberikan efek dahsyat bagiku. Aku menggelinjang karena merasakan nikmat menjuluri sekujur tubuhku. Cukup lama juga kami melakukan hal ini, sehingga seluruh badan kami basah oleh keringat dan air liur yang menambah semakin nikmat. Lalu Om Benard berubah posisi. Dia kini tiduran, dan aku diposisikan berada di atasnya. Tapi mulutnya masih tetap dalam posisi menghisapi dan menjilati batang kontolku. Dia terus mengoral kontolku. Sementara aku dengan bertumpu pada kedua tanganku, terus menyaksikan aksinya. Lama aku berada pada posisi push up seperti itu. Akhirnya aku angkat kepalaku dan megambil posisi jongkok didepan mukanya.Lalu dia menarik badannya hingga kini tubuhku sejajar dengannya. Dia menraik tubuhku hingga kamipun berpelukan.

Kontolnya tepat menindih kontol Om Bernard, dan dengans edikit gerakan kita saling bergesekan badan. Lalu puas full body contack seperti itu, tiba tiba kaki Om Bernard diangkat dan menjepit perutku. Kini kedua tangan dan kedua kakinya memelukku erat. Lalu dia mendorong dadaku, hingga kepalaku menjauh dari wajahnya. Tiba tiba dia melepaskan jepitan kakinya diperutku dan mengangkat kedua kakinya ke pundakku. Pantatnya yang begitu putih dan anusnya yang memerah terpampang di depanku.
Lalu tangannya mengocoki kontolku sambil sesekali dilumuri ludahnya. Licin juga kurasakan kocokan tangan Om Bernard di batang kontolku. Birahiku semakin memuncak. Hingga kulihat Om Bernard menusuki lubang anusnya sendiri dengan jarinya yang telah dilumuri ludahnya. Lalu dia menarik badanku dengan tangannya tetap memegangi batang kontolku.

Dengan posisi kakinya masih terangkat seperti itu, dia menarik badanku lebih erat. Dan kepala kontolku akhirnya menyentuh sesuatu yang hangat, dan pelan pelan menembusi lubang itu semakin ke dalam. Ternyata burungku diarahkan untuk menembus lubang anusnya. Awalnya agak sulit namun perlahan tubuhku didorong menjauh, agar kontolku tertarik keluar sedikit. Lalu kembali dia menarik batanku sehingga kontolku lebih mudah masuk menembus lubang anusnya. Akhirnya kontolku dapat juga menembus pantat Om Benard, dan seluruhnya tenggelam di lubang hangat itu. Berjuta rasanya kurasakan. Hangat. Geli. Nikmat. Aneh. Kurasakan bercampur aduk. Lalu perlahan Om Bernard mulai menggoyangkan pantatnya, hingga kurasakan gesekan dinding anusnya dengan kulit dan kepala kontolku.

"Uhhh……..enakkkkkkk!" desah Om Bernard.
Akupun tak sengaja turut melenguh “Yeahhhhhhhhhhhhhhhh…”
Karena rasanya semakin enak, tak terasa Om Bernard mulai menggoyang pantatnya semakin keras. Bahkan dia menyuruhku mulai bergerak maju mundur agar kontolku masuk-keluar dari lubang anusnya. Bahkan tanganku pun ditariknya agar ikut bereaksi dengan mengocok burung Om Benard. Sesekali Om Bernard mendekatkan kepalanya ke tubuhku dan menggigit puting dadaku hingga merah. Ketika itu terjadi, berjuta rasanya kurasakan,mulai dari pangkal kontolku, di tetekku, di perutku, di leherku bahkan di sekujur tubuhku. Terasa hidup ini sangat indah dengan penuh sensasi. Walaupun di luar sedang hujan yang sangat deras kami tidak merasa kedinginan.
"Aaaaaahh, enak banget!" desahku lagi tak tertahan.

Setelah beberapa saat, kami mengubah posisi. Om Benard berbalik membungkuk dari arah belakang dan aku disuruh menusuk pantat Om Benard. Terasa pantat Om Benard lebih sempit lagi, lebih kuat menjepit burungku hingga dengan cepat aku maju-mundurkan pantatku sehingga kenikmatan yang tiada tara kurasakan hingga ke seluruh persendianku. Dan itu juga membuat Om Benard meracau karena merasakan nikmat tak terkira. Lama aku menusuki lubang anus Om Bernard, dengan cara menarik kontolku lepas. Lalu menusukkan lagi kontolku hingga tenggelam seluruhnya. Aku tarik lepas lagi. Lalu aku hunjam dengan cepat dan dalam. Dna itu membuat Om Bernard terdongak sambil merintih rintih. “Ooooahhhhhhhhhhh.. terusss.. yang adalemmmmm”
Aku terus menyodomi pantat pria paruh baya ini, hingga akhirnya aku rasakan pangkal kontolku terasa berdenyut deyut dan gumpalan nikmat itu seakan menyeruak ingin lepas bersamaan dengan semburan lava sprema hangatku.

Crottt…crottt…crottt…. Cairan sperma yang lama tidak keluar lewat mimpi basahku itupun muncrat semuanya. Terasa dinding anus Om Bernad menjepit batang kontolku, semakin nimat kurasakan klimaks persetubuhan sejenis ini.
Akhirnya tuntaslah seluruh air maniku yang hangat di dalam anus Om Benard setelah beberapa kali semprotan. Dan saat itulah kusadari kalau Om Bernad juga sedang mengocok kontolnya sendiri dengan gerakan cepat sambil murutnya tak henti meracau.

Hingga akhirnya jepitan dinding anusnya kurasakan mengeras, dan diikuti tubuh Om Bernard yang tersentak karena semprotan spermanya menyembur membasahi dada dan perutnya. Bahkan ada sebagian caran itu mendarat di rambut dan mukanya yang putih mulus itu. Sperma itupun meleleh diikuti semerbak aroma khas yang memenuhi ruangan rapat ini. Aku begitu lemas, karena seluruh persendianku serasa akan copot. Om Bernard mendekap tubuhku hingga kamipun dalam posisi berpelukan, dengan kontolku masih tetap menancap di lubang anusnya.
Kini terbukti benar, bahwa pria di depanku ini memang seorang homoseks. Trus, kenapa?



0 komentar: