BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Jumat, 05 Juni 2009

Kereta Api

Perkenalkan, nama saya Bonaventura, saya sering dipanggil Bona. Saya adalah seorang duda yang ditinggal mati istri. Saya adalah kepala marketing di salah satu perusahaan plastik di Kota Malang. Almarhum istri saya adalah seorang dosen di salah satu perguruan tinggi swasta.

Umur saya sekarang 42 tahun. Meskipun umur hampir setengah abad, kata orang saya masih terlihat tampan dan gagah. Sebagai kepala marketing, sering saya harus ke luar kota untuk mengadakan meeting dengan klien di kota lain.
Sebenarnya urusan meeting di luar kota tidak akan menjadi perjalanan yang melelahkan, jika saya tidak phobia terhadap ketinggian. Sehingga karenanya seumur hidup, saya tidak akan pernah berani naik pesawat terbang.
Entah sudah berapa kali saya naik kereta api malam KA Gajayana seperti ini, baru malam ini hati saya berdebar-debar. Ada yang saya takuti? Sama sekali tidak. Jantung saya berdebar-debar karena penumpang di samping saya yang sejak tadi merebahkan kepalanya di atas bahuku. Padahal masih banyak kursi yang kosong, entah kenapa pemuda ini tidak mau pindah.

Mungkin dia mentaati duduk sesuai nomor tiketnya, sehingga biarpun kursi lain banyak yang kosong, dia tetap duduk sesuai nomor tiketnya, dan kebetulan tempatnya persis disebelahku. Penumpang itu, seorang laki-laki ganteng yang memperkenalkan dirinya, namanya Ikram Permana. Dia berumur kurang lebih 20 tahun lebih muda dari saya, dengan tubuh yang tegap dan kulitnya yang bersih. Karena bukan akhir pekan, penumpang kereta api eksekutif kali ini tidak terlalu full, sehingga banyak tempat duduk dalam satu gerbong yang terisi sebagian saja. Sejak sore tadi, dia sempat mengajakku mengobrol. Obrolan awal sekedar tanya tentang siapa saya, pekerjaanku hingga rumah tanggaku. Lama mengobrol tentang masalah umu, diapun mulai menyerempet membahas hal hal yang sensitif. Tentang perilaku seks remaja kota masa kini hingga pengalaman seksnya.

Awalnya aku cuma sekedar mengimbangi obolannya, namun aku begitu penasaran ketika dia mulai mengarahkan obrolan pada tren remaja saat ini yang lebih suka melakukan eksperimen dalam seksnya. Bahkan dia bercerita hampir semua teman prianya pernah melakukan hubungan sejenis dengan teman kuliahnya, atau teman kost-nya. Bahkan ada ada pemikiran bahwa remaja pria lebih suka bereksperimen dengan sesamanya dibandingkan dengan teman wanitanya. Dikarenakan melakukan eksperimen dengan sesaa pria tidak mengakibatkan kehamilan yang dapat berakibat pada aib.
Awalnya aku hanya menganggap ceritanya sebagai obrolan tanpa makna.
Sebenarnya ceritanya yang semakin nyeleneh itu membuatku semakin tertarik ingin tahu lebih banyak. Namun karena aku merasakan itu tidak sesuai dengan nilai nilai yang selama ini aku anut, ada penyangkalan dalam jiwaku.

Bahkan pertanyaannya yang menggelitik lebih pikiranku, apakah aku pernah melakukan hal-hal yang sifatnya erotis dengan sesama pria saat aku remaja. Karena menurutnya, hampr semua pria pernah melakukan onani saat remaja, saling onani hingga sebagian besar diantaranya melakukan hal hal erotis dengan sesamanya, meskipun mereka bukan homoseks.
Bahkan cerita Ikram tentang praktek mairilan di pondok pesantren yang begitu marak, semakin menarik minatku untuk tau lebih banyak.
Karena lama mengobrol, akhirnya kami berdua merasa kecapean. Lewat jam 21.00 sebagian besar penumpang mulai aa yang tertidur. Namun kami berdua masih sesekali bercakap. Hingga akhirnya lewati tengah malam, sebagian besar penumpang di atas KA VIP Gajayana sudah lelap, namun mata saya bahkan tidak mau saya pejamkan. Padahal waktu itu arloji sudah menujukkan pada angka satu. Jam satu malam. Tidak ada lagi suara orang bercakap-cakap atau bergurau. Semua sudah larut dalam mimpinya sendiri-sendiri. Termasuk aku yang juga terkantuk kantuk menahan lelah.
Beberapa kali aku dibuat terkaget kaget ketika dari balik selimutnya, pemuda tadi berulang kali menyentuh jendolan selangkangan saya yang juga tertutup selimut. Awalnya kupikir tidak secara sengaja. Namun ini sudah dilakukannya lebih dari sekali. Jantungku berdebar antara rasa penasaran akibat ceritanya tadi sore, sehingga aku mendiamkan saja selama tidak berbuat lebih jauh.

Ketika jari-jari tangan kanannya mulai meraba-raba daerah selangkangan saya, rasanya saya mau berteriak keras-keras ingin memberontak karena dia telah berbuat kurang ajar. Tetapi saya malu. Nanti orang segerbong akan terbangun semua. Aku Cuma memindahkan tangannya dan menepisnya. Namun dia tak kenal menyerah, dia berusaha dan berusaha lagi. Semakin kuat aku menepis, semakin kuat usahanya melakukan hal itu lagi. Terpaksa saya biarkan saja. Rabaannya makin lama makin aktif. Mula-mula dielus-elusnya permukaan jendolan celana jeans saya, lalu diremasnya pelan-pelan. Kadang, jendolan selangkangan saya ditekan-tekan, lalu diremas-remas lagi. Demikian berganti-ganti antara diremas dan diraba-raba. Setelah meraba, menekan dan meremas-remas, tangannya mulai menelusup di antara pinggang dan perutku. Jari tangannya berusaha menyentuh celana dalamku, hingga menyeruak ingin menyentuh bagian sensitifku. Mula-mula terasa geli, tetapi lama kelamaan terasa nikmat. Alat kejantanan saya mulai membesar dan menegang karena ulahnya. Perasaan apa ini? Mungkin perasaan nikmat yang tidak pernah saya rasakan lagi setelah 7 tahun ditinggal istriku karena dia telah meninggal. Sejak itu, bagian sensitifku tidak ada lagi yang merabai dan menyentuhnya. Karena aku terlalu sibuk dengan pekerjaanku. Jika libido memuncak, paling paling yang kulakukan adalah mengocoknya sewaktu di dalam kamar mandi. Selebihnya, aku begitu tenggeam dalam pekerjaanku. Tetapi malam ini, kurasakan kembali kenikmatan itu. Apalagi tangan kiri Dik Ikram, juga mulai meraba pantatku.

Tidak itu saja. Tangan pemuda itu juga mulai naik, mengelus-ngelus perutku. Ke atas lagi, tangan itu menggelitik dada dan putting dadaku. Mula-mula di remas kedua putingku hingga kadang divariasikan dengan pilinan. Rasanya semakin nikmat. Kini saya tidak lagi dan berniat akan berteriak. Saya menikmati perangsangan pada bagian sensitifku. Belum lagi sesekali jari tangannya diselusupkan hingga menyentuh batang kejantannanku. Aduh, bukan makin. Birahiku semakin terbangun setelah sekian lama saya tidak merasakan birahi yang memang sudah saya tunggu-tunggu. Cairan precum mulai merembes dari dalam lubang perkecinganku. Saya rasakan debar jantung saya semakin kuat, nafasku sedikit tersengal. Tetapi di tengah gejolak berahiku tersebut, pemuda tadi berbisik, "Kita lanjutkan, di kamar kecil. Saya tunggu!"

Entah setan mana yang telah merasuki tubuhku. Yang jelas, bagaikan kerbau dicocok hidungnya, beberapa menit kemudian, saya menyusul pemuda tadi. Sampai di depan kamar kecil, pintunya sudah dibuka oleh Dik Ikram. Saya kemudian masuk.
"Aduh... Mas ini, cakep banget..."
Tersentak juga saya mendengar ucapan pemuda tadi (Cakepkah saya?). Tentu!!. Seberapa tampankah? Tidak perlu susah-susah membayangkan. Kata orang, saya mirip aktor film Surya Saputra. Namun belum sempat saya menyambut ucapan pemuda yang wajahnya imut-imut mirip bintang sinetron Glen Aliensky, leherku sudah dipeluk dengan kedua tangannya.

Bibirnya segera menerkam dan melumat bibir saya. Ditekannya kuat-kuat, sampai hidung saya tertindih hidung Dik Ikram. Karena jadi sulit bernafas, tanganku mendorong dada Dik Ikram. Tetapi Dik Ikram bukannya mundur, tetapi justru serangannya semakin menggebu, hanya sekarang ke wilayah leher, bawah telinga, serta daerah dagu. Itu semua adalah daerah yang sensitiku. Parfum lembut yang dia pakai ikut juga merangsang nafsu birahiku, terlihat dari gerakanku yang begitu pasrah diperlakukan kurang ajar oleh remaja belia seperti itu. Sedang Ikram sudah seperti harimau kelaparan yang ingin cepat-cepat merobek dan memamah mangsanya. Saya semakin terangsang dengan bau gel rambut dan body-lotion yang dipakai Ikram. Dan gelegak birahiku itu cukup dipuasi dengan amukan nafsu birahi serangan total Dik Ikram.

Disamping wajahnya yang dienduskan ke seluruh tubuh saya, kedua tangannya seolah memegang kemudi yaitu jendolan selangkangan saya. Meremas, menggoyang-goyang, memutar-memutar dan entah diapakan lagi, semuanya memberikan kenikmatan yang luar biasa. Dengan menempelkan kontolnya ke dada saya, saya seolah diajak terbang memasuki alam maya surga kenikmatan yang sudah lama tidak saya rasakan. Pegangannya ke dadaku kadang dipindahkan ke alat vital saya, dielus-elus, ditarik-tarik batang kejantanan saya. Rasanya diperlukan lima pasang tangan lagi untuk dapat meraba, menggerayangi, memijat-mijat seluruh tubuhku yang padat ini sekaligus. Kemudian pindah lagi, sekarang kedua telapak tangannya mencubit dan mencowel pantatku seperti mencowel kue.
“Kalau aku pasrah, kamu akan melakukan apa pada saya?”tanyaku menantang.
“Mas akan kubuat menggelinjang keenakan. Aku jamin!!”,janjinya menyakinkan.
Antara rasa penasaran dan kerinduan gelegak nafsu yang lama tak kurasakan dengan istriku, akhirnya aku bersikap pasrah.
Dia tersenyum dan mulai bergerak turun menyusuri tubuhku, dadaku yang bidang dia jilat dan kedua putingku dia isep dan gigit gigit mesra. Hal ini membuat aku mulai mendesah nikmat. Dia terus bergerak menjilati perutku dan akhirnya dia menyingkap celanaku. Dibukanya CD ku dan menyebullah kontol berwarna coklat muda kemerahan dengan kontol disunat bersih. Lalu segera diraihnya kontolku itu dan dijilat jilat batangnya. “Oh yeaaahhhh . . . .. . mmmhhh . . . . isepp yang kuat .. . . .sshhhh . . oohhhhh” racauku saat Ikram mulai mengemut kontolku.
Ikram mengisap kontolku dengan penuh gairah. Kontolku diperasnya dengan penuh gairah dengan mulutnya. Desahanku semakin keras. Ikram nggak hanya mengulum kontolku itu, tapi juga menjilati dua biji yang menggantung dibawahnya. Aku menjadi tak terkendali dan tak tahan, lalu kumasukkan kepala kontol jumboku ke dalam mulut Ikram lebih dalam. Semakin tegang rasanya kontolku itu dan dengan irama tetap, Ikram terus mengocok dan memaju mundurkan mulutnya mengisap dan mengulum batang dan ujung kontolku.
Lama-lama saya tidak kuat lagi bergumul sambil berdiri seperti ini. Denyut jantungku makin meningkat, mengalirkan aliran listrik kebirahian di sekujur tubuhku.
Ada sesuatu yang bergolak ingin muncrat dari lubang perkencinganku. Namun karena aksi Ikram berhenti, gejolak itupun mereda.
Dia lalu duduk di atas wastafel, setengah duduk setengah berdiri. Dan benda nikmat kenyal punyaku yang terus teracung keras itu itu pelan-pelan di tuntun dan arahkan, lalu dimasukkan ke sela sela pantatnya.
"Bleeessss..," bunyi batang kejantananku memasuki sesuatu yang hangat rasanya, yang berada diantara dua bongkahan pantatnya. Oww…masuk kemakah batang kontolku ini? Kenapa rasanya begitu nikmat dan hangat? Berarti itu liang anusnya (otakku seolah begitu lambat mencerna dan berfikir).
"Aduh... nikmatnya..." teriakku dalam hati.
Setelah masuk, kontolku itu tetap diam, tidak kutarik keluar. Sengaja kulakukan karena hal ini biasanya merangsang bagian dalam liang anus yang langsung mulai meremas-remas benda hangat tadi. Saya rasakan batang kenjantananku seperti berdenyut. Oh... alangkah nikmatnya. Diremas secara ritmis, mula-mula kuat, lama-lama melemah seiring dengan dengusan nafasku yang makin cepat dan tidak teratur.

Ibarat seorang musafir yang sudah berhari-hari kehausan di tengah padang pasir, itulah rasa nikmat yang saya dapatkan lewat cengkeraman liang anus pemuda tampan dihadapanku. Sudah 7 tahun tidak diberi sentuhan. Kenikmatan ini terulang lagi manakala sambil menciumi pipi dan belakang telingaku, Dik Ikram berbisik.
“Mau merasakan hal yang lebih dahsyat?. Kita berganti posisi”,bisiknya di telingaku.
Jari tangan Ikram yang lentik itupun menjelujur dan menusuk nusuk di bongkahan pantatku. Sesekali ujung jarinya menusuk lubang anusku. Ada sensasi aneh yang kurasakan saat tangan dingin itu menyentuh pinggiran lubang anusku. Sementara aku berusaha memilin milin kedua putting susunya dan sesekali pula membantu mengocok kontolnya.
“Mas, aku ingin memberikan sensasi luar biasa untukmu,” kata Ikram sambil memposisikan aku berhadapan. Lalu kakiku diangkat dan dirauh di dinding kamar mandi kereta yang sempit itu. Dia terus mengocok kontolnya sambil perlahan lahan kepala kontolnya mulai membuka lobang pantat aku mulai menerobos masuk.
Aku mendesah nikmat saat kontol Dik Ikram sudah masuk semua kedalam lobang pantat aku.
Dik Ikram mulai menggoyangkan pinggangnya memaju mundurkan kontolnya di dalam lobang pantat aku. Dik Ikram tampak sangat menikmati persetubuhan sejenis ini. Sambil mengentot aku, dia menciumi bibir aku dengan penuh gairah.

Batang kontol Dik Ikram dimasuk-tarikkan ke liang anus saya yang merekah. Listrik birahi makin meningkat voltasenya. Entah berapa kali lubang anus saya berkontraksi secara beruntun dalam jarak yang demikian pendek. Mungkin lima kali atau lebih saya merasakan sodokan batang kenyal milik seorang pemuda.
Kini badan saya mulai lemas. Orgasmus yang saya rasakan memakan energi yang cukup banyak. Ya... seperti energi seseorang yang bergulat sambil berlari. Keringat panas keluar dari tubuh saya bercampur dengan keringat Dik Ikram yang benar-benar menaikkan birahi kami.
"Saya tembakkan sekarang ya........?" bisiknya lembut.
"He... ehh.. saya sudah terangsang sekali Dik..."
Kini batang kejantanan Dik Ikram mulai "memompa" lubang anusku. Masuk-keluar dan terus masuk-keluar. Mula-mula pelan kemudian makin lama makin cepat. Lubang anusku terasa seperti disetrum listrik ribuan voltase.

"Terus... terus... masuk-keluar... masuk-keluar... in-out... in-out... terus..." pintaku dalam hati karena membawa perasaan yang luar biasa.
Saya tidak bisa membayangkan wajah saya. Saya juga tidak dapat membayangkan rambut saya yang sudah diacak-acak jari Dik Ikram saat menggumuli saya. Tetapi saat batang kejantanan itu dipompakan ke lubang anusku, saya tidak dapat menceritakan rasanya. Bila saja saat ini saya terbaring di tempat tidur, saya pasti akan bergolek menggeliat-geliat seperti cacing menari di saat kepanasan.

Tiba-tiba, "Dukk..!" batang kejantanan milik Dik Ikram berhenti bergerak, masuk sangat dalam ke liang anusku. rupanya dia mengalami ejakulasi. Air mani Dik Ikram meyemprot ke dalam liang anus saya. Rasanya saya seperti kram. Pantat Dik Ikram secara refleks saya tarik dan tempelkan kuat-kuat ke dalam lubang anus saya. Saya lihat Dik Ikram menikmati sekali puncak kepuasan itu, demikian juga saya. Nafas kami mulai mengendor. Rasanya seperti baru saja megikuti lomba lari cepat. Kami berdua mandi keringat. Keringat birahi. Keringat kenikmatan di atas sebuah gerbong kereta api yang sedang berjalan. Hm.. sensasi yang di lua biasa…



0 komentar: